GELORA.CO - Sikap Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani yang mengabaikan interupsi salah satu anggota DPR saat Rapat Paripurna persetujuan calon Panglima TNI, menuai polemik.
Fahmi Alyadrous anggota fraksi PKS yang mencoba interupsi tersebut menyatakan seharusnya Puan mau memerhatikan hak bersuara wakil rakyat.
Namun, sikap Fahmi Alaydrous juga dikritik. Pendiri Lembaga Survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini (Kedai Kopi) Hendri Satrio menyebut momentum Fahmi menyampaikan interupsi, tidak tepat.
"Seharusnya juga tidak melakukan interupsi, ketika sudah di akhir sidang begitu dong," kata Hendri Satrio, Senin (8/11/2021).
Menurutnya, Fahmi, mempunyai kesempatan untuk melakukan interupsi sejak awal paripurna, atau sebelum Puan Maharani membacakan keputusan sidang paripurna. Namun hal itu tidak dilakukannya.
Fahmi justru baru mau melakukan interupsi ketika Puan sedang membacakan keputusan yang menyetujui pengangkatan Jenderal Andika Perkasa menjadi Panglima.
Dia menilai wajar saja, jika Puan pun mengabaikan interupsi tersebut. "Kalau ada interupsi kan seharusnya dilakukan sebelum putusan dibacakan, atau seharusnya diselesaikan di tingkat komisi," paparnya.
Memang, kata dia, tata tertib DPR tidak melarang anggotanya melakukan interupsi pada saat sidang paripurna. Namun menurutnya, seharusnya anggota dewan pun memilih momentum yang tepat untuk melakukan interupsi.
Apalagi, sambung Hendri, belakangan diketahui bahwa upaya interupsi Fahmi sama sekali tidak berkaitan dengan agenda sidang paripurna.
Di sisi lain, Hendri menilai, Puan Maharani pun perlu belajar untuk lebih mendengarkan orang lain. Apalagi jika memang ingin maju menjadi calon presiden pada 2024. Karena bisa saja, publik menilainya sebagai pribadi yang otoriter.
"Kemungkinannya ada dua, dia memang tidak mendengarkan karena sedang berbicara, atau kemungkinan memang dicuekin," ujar Hendri.[teropongsenayan]