Oleh: KH Luthfi Bashori*
ADA dua hal yang melatarbelakangi munculnya keprihatinan saya kali ini dan beberapa kawan yang sependapat tentunya, yaitu munculnya video ancaman terhadap Rais Aam PBNU, yang datangnya dari pihak pro Ketua Umum PBNU, dibalas dengan ancaman berupa ultimatum tertulis yang diviralkan lewat dunia medsos agar pengancam terhadap Rais Aam itu bertobat dan minta maaf jika tidak ingin menghadapi kelompok pro Rais Aam.
Secara spontan, saya mendapat pertanyaan dari beberapa kalangan masyarakat awam, "Apakah saat ini NU sedang dalam keadaan baik-baik saja, atau sedang gaduh di internal?"
Sebuah pertanyaan yang cukup sulit dijawab, namun sulit juga dihindari, karena kasus ancaman video dibalas ancaman tulisan ultimatum itu, keduanya sama-sama viral di dunia maya.
Ditambah lagi munculnya video Gus Ipul di akun-akun medsos, yang isinya berusaha menjelaskan apa yang sebenarnya sedang terjadi dalam kegaduhan pra muktamar NU.
Namun upaya itu justru semakin menguak betapa nyata terjadinya keributan dalam internal PBNU yang ditengarai akibat perebutan jabatan struktural.
Muktamar Maju Mundur
Terbaca oleh awam bahwa pihak Rais Aam menghendaki Muktamar NU dimajukan, tentu dengan berbagai alasan yang diyakini kebenarannya oleh pihak yang pro Rais Aam. Sedangkan pihak Ketua Umum Tanfidziyah menghendaki Muktamar NU ditunda dengan alasan yang diyakini kebenarannya oleh kalangan pro Tanfidziyah.
Tradisi Tabayyun
Dulu, saya pernah menyikapi secara tertulis suatu kejadian yang menurut saya sebagai 'huru-hara' di dalam tubuh NU. Tapi sikap saya tersebut dikritik oleh salah satu anggota jajaran Rais Aam di kala itu.
"Jangan disampaikan di depan publik, tapi datangilah secara baik-baik pihak yang berseberangan paham dan adakan Tabayyun terlebih dahulu sebelum menjustifikasi suatu kejadian!".
Dengan kejadian saling ancam antara kubu yang pro Rais Aam dan kubu yang pro ketua umum dan viral di dunia medsos, saya jadi paham bahwa budaya Tabayyun dalam tubuh NU sepertinya sudah mulai luntur, terutama di masa pra Muktamar NU saat ini, apalagi tradisi bertawadhu.
Bahkan yang terkesan muncul saat ini adalah kebiasaan baru, yaitu budaya saling mengancam, seperti video kelompok yang mengaku santri namun berani mendemo Rais Aam, dan viralnya surat dengan kop surat dari GP Ansor yang mengultimatum ketua umum.
Pergeseran Moral
Sebenarnya sudah agak lama timbul keprihatinan dalam diri saya, saat menyaksikan betapa banyak pergeseran nilai moral dan akhlaq yang terjadi di kalangan komunitas warga Nahdliyyin.
Seperti saat ini banyak juga video viral tentang adanya peringatan Maulid Nabi SAW, yang dilaksanakan di beberapa pesantren milik tokoh NU, bahkan di wilayah kantor NU dan banomnya juga, namun diselingi dengan acara joget-joget dangdut, dengan mengundang penyanyi wanita koplo.
Atau diisi penampilan hiburan oleh para penyanyi dari kalangan santriwan dan santriwati dari pesantren tersebut, yang disertai nyanyi-nyanyi serta joget-goget bersama, baik di atas panggung atau di lokasi penonton, yang di situ berbaur jadi satu antara laki dan wanita.
إذا كان رب البيت بالدف ضاربا
فشيمة أهل البيت كلهم الرقص
Jika tuan rumah itu senang berdendang dengan rebana. Tentu semua penghuni rumah akan menjadi ahli menari.
Padahal dalam kitab at-Tanbîhâtal-Wâjibâtli Man Yashna’ Maulid Bial-Munkarât, karya KH. Hasyim Asy'ari, pendiri NU, beliau telah memberi catatan kritis bagi orang-orang yang mengisi perayaan maulid yang sangat mulia itu dengan kemungkaran.
قد رأيت فى ليلة الاثنين الخامس والعشرين من شهر ربيع الاول من شهور السنة الخامسة والخمسين بعد الالف والثلاث مائة من الهحر اناسا من طلبة العلم فى بعض المعاهد الدينية يعملون الاجتماع باسم المولد وأحضروا لذلك الات الملاهىثم قرأوا يسيرا من القران والاخبار الواردة فى مبدأ أمر النبي صلى الله عليه وسلم وما وقع فى مولده من الاياتومابعده من سيره المباركات ثم شرعوا فى المنكرات مثل التضارب والتدافع ويسمى عندهم بفنجاأنوبوكسن وضرب الدفوف. كل ذلك بحضور نسوة أجنابيات قريبات منهم مشرفات عليهم والموسيقي وستريك واللعب بما يشبه القمار واجتماع الرجال والنساء مختلطات ومشرفات والرقص والاستغراق فى اللهو والضحك وارتفاع الصوت والصياح فى المسجد وحواليه فنهيتهم وانكرتهم عن تلك المنكرات فتفرقوا وانصرفوا.
"Saya pernah melihat pada malam Senin tanggal 25 Rabi' ul-Awwal 1355 H di salah satu pesantren, sekumpulan santri yang mengadakan kumpulan dengan nama peringatan maulid.
Di situ mereka menghadirkan alat-alat musik. Lalu, mereka membaca beberapa ayat Al-Qur'an, riwayat tentang perjalanan kehidupan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, yang penuh dengan keberkahan dari awal lahir dan sesudahnya.
Setelah itu, mereka pun mengadakan kemungkaran, yaitu dengan menyelenggarakan permainan adu pukul yang mereka sebut pencak dan boxing, sambil memukul-mukul rebab.
Acara itu pun dihadiri para perempuan yang juga menyaksikan pagelaran itu. Bukan itu saja, acara maulid itu pun diramaikan dengan musik, permainan setrik dan permain yang menyerupai perjudian.
Laki-laki dan perempuan bercampur baur, berjoget dan larut dalam canda tawa serta diiringi suara keras dan teriakan-teriakan di dalam masjid dan sekitarnya.
Melihat itu, saya larang mereka dan saya menolak tegas kegiatan itu. Mereka pun berpisah dan bubar.”
(KH. Hasyim Asy’ari, at-Tanbîhâtal-Wâjibât li Man Yashna’ Maulid Bial-Munkarât, halaman 9-10).
Apa yang dikhawatirkan oleh Sang Ulama Shalih, Kekasih Allah, Pendiri NU ini, sekarang semakin menjadi-jadi, karena ada kesengajaan dari pihak tertentu, untuk diviralkan dalam dunia medsos dan jejak digitalnya cukup mudah diakses oleh semua kalangan.
(*Penulis adalah pengasuh pesantren Ribath Almurtadla & Pesantren Ilmu Alquran Singosari-Malang)