Persilahkan Audit Bisnis PCR, Luhut: Kalau Gue Gak Terbukti Ambil Untung, Gue Tumbuk Lo!

Persilahkan Audit Bisnis PCR, Luhut: Kalau Gue Gak Terbukti Ambil Untung, Gue Tumbuk Lo!

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Menteri Kemaritiman dan Investasi opung Luhut Binsar Pandjaitan mempersilahkan pihak luar mengaudit perusahaan patungan PT Genomik Solidaritas Indonesia (PT GSI) yang didirikan untuk pendatangkan alat tes PCR.

Namun menteri yang juga menjabat sebagai Koordinator PPKM Darurat untuk wilayah Jawa-Bali itu meminta pertanggungjawaban jika dia ternyata tidak terbukti ambil untung dari bisnis PCR.

"Bisa diaudit, tapi kalau dia gak audit, janjian dulu ya. Kalau gue gak (terbukti) ambil (untung), gue tumbuk loe yah. Biar adil dong," kata Luhut sambil tertawa dalam podcast Deddy Corbuzier seperti yang dikutip Indozone, Rabu (10/11/2021).

Luhut sendiri mengaku berkontribusi dalam perusahaan pengadaan alat tes PCR dari kantongnya dengan biaya puluhan miliar, namun dia membantah mendapatkan keuntungan dari perusahaannya itu.

Bahkan berdasarkan pengakuan Luhut, dia menyumbang dana di dalam perusahaan patungan itu dengan niat tulus untuk membantu untuk kemanusiaan.

"Saya nyumbang juga. Iya cash. Saya cerita gak enak. Saya telepon teman-teman saya. Ada yang dari Tiongkok, Singapura. Dari mana-mana saya telepon untuk membantu. Ada yang ngasi barang reagen. Karena pertemanan," katanya.

Luhut mengaku lupa berapa jumlah uang yang disumbangkan dalam perusahaan tersebut.

"Gak tau berapa puluh miliar. Gak tau berapa nyawa yang tertolong. Ini masalah kemanusiaan ded. Ini gimana kita mau hitung-hitung bikin untung. Saya juga gak habis pikir kalau saya sebagai pejabat negara mau ambil untung dari masalah kemanusiaan," sebutnya.

Luhut membeberkan tanpa menorehkan untung dari bisnis tes PCR, saat ini dia sudah bersyukur mempunyai perusahaann sendiri.

Dia mengatakan kalau perusahaan miliknya, PT Toba Sejahtera saat ini sudah stabil dan sukses.

PT Toba Sejahtra (Perseroan) merupakan grup perusahaan yang bergerak di bidang energi, baik kelistrikan, pertambangan, dan migas, serta perkebunan & hutan tanaman industri, properti, dan industri. 

"Perusahaan saya cukup bagus kok. Gue punya perusahaan cukuplah, tapi gak segede yang lain-lain. Tapi cukup lah pensiunan tentara lebih dari cukup lah," katanya.

Sebelumnya banyak yang bersuara kalau perusahaan Luhut, PT GSI mendulang untung dalam pengadaan alat tes PCR, termasuk dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, membeberkan selama ini ketentuan Harga Eceran Tertinggi (HET) tes PCR di lapangan banyak diakali oleh penyedia sehingga harganya naik berkali lipat.

"HET PCR di lapangan banyak diakali oleh provider (penyedia) dengan istilah 'PCR Ekspress', yang harganya tiga kali lipat dibanding PCR yang normal. Ini karena PCR normal hasilnya terlalu lama, minimal 1x24 jam," tutur Tulus dilansir dari Antara.

Dia juga menilai kebijakan wajib PCR bagi penumpang pesawat diskriminatif karena memberatkan dan menyulitkan konsumen.

"Diskriminatif, karena sektor transportasi lain hanya menggunakan antigen, bahkan tidak pakai apapun," katanya.

Tulus menyebutkan syarat wajib PCR sebaiknya dibatalkan atau minimal direvisi. Misalnya, waktu pemberlakuan PCR menjadi 3x24 jam, mengingat di sejumlah daerah tidak semua laboratorium PCR bisa mengeluarkan hasil cepat.

"Atau cukup antigen saja, tapi harus vaksin dua kali. Dan turunkan HET PCR kisaran menjadi Rp 200 ribuan," imbuhnya.

Tulus meminta agar kebijakan soal syarat penumpang pesawat terbang benar-benar ditentukan secara adil.

"Jangan sampai kebijakan tersebut kental aura bisnisnya. Ada pihak pihak tertentu yang diuntungkan," pungkas Tulus Abadi. []
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita