PDIP: Arteria Dahlan Keseleo Lidah soal Penegak Hukum Tak Dijerat OTT

PDIP: Arteria Dahlan Keseleo Lidah soal Penegak Hukum Tak Dijerat OTT

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDIP Arteria Dahlan menilai aparat penegak hukum, seperti polisi, jaksa, dan hakim, tak layak dijerat dengan operasi tangkap tangan (OTT), melainkan dengan instrumen hukum yang lebih menantang. 

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto meluruskan pernyataan Arteria Dahlan tersebut.

"Apa yang disampaikan Bung Arteria Dahlan mungkin keseleo lidah karena terlalu bersemangat dan baru pulang dari daerah pemilihan sehingga mungkin kecapaian," kata Hasto dalam keterangannya, Sabtu (20/11/2021).

Hasto memastikan PDIP dan para kadernya sudah pasti taat pada hukum. Karena itu, menurutnya, semua warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum, termasuk para penegak hukum.


"PDI Perjuangan sangat jelas taat pada hukum, bahwa berdasarkan konstitusi mengamanatkan setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan. Serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan tersebut tanpa kecuali," ucapnya.

Atas dasar itulah, Hasto menyebut siapa pun, termasuk penegak hukum, yang melanggar hukum, termasuk tindak pidana korupsi, harus berhadapan dengan hukum. Dia meminta tidak boleh ada pengecualian jabatan tertentu.

"Karena itulah, siapa pun yang melanggar hukum, terlebih hukum pidana, termasuk korupsi, penegakan hukum yang berkeadilan dan menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah, tidak boleh ada pengecualian hanya karena jabatan," tegasnya.

Lebih lanjut Hasto menyebut para aparat penegak hukum juga seharusnya tidak perlu takut terhadap OTT. Dia berpendapat, selama aparat penegak hukum melaksanakan hukum secara berkeadilan, tidak perlu takut terhadap OTT.

"Selama aparat penegakan hukum menegakkan hukum secara berkeadilan dan dengan mekanisme yang benar, sebenarnya kan tak perlu takut di-OTT. OTT kan terjadi kalau seseorang melakukan pelanggaran. Aparat hukum kan pasti tahu hukum. Jadi selama hukum dilaksanakan dengan berkeadilan dan dijalankan sesuai keadilan, tak perlu takut kena OTT," jelasnya.

Pernyataan Arteria Dahlan soal OTT
Sebelumnya, pernyataan soal penegak hukum jangan di-OTT itu disampaikan Arteria saat menjawab pertanyaan dalam diskusi bertajuk 'Hukuman Mati bagi Koruptor Terimplementasikah?' yang digelar secara virtual oleh Unsoed.

Awalnya Arteria merespons pertanyaan salah satu peserta webinar itu terkait pendapatnya soal pernyataan Bupati Banyumas Achmad Husein, yang meminta KPK memanggil kepala daerah lebih dulu sebelum melakukan OTT.


Merespons pernyataan itu, Arteria mengungkap saat dia masih menjabat di Komisi II DPR, dia meminta agar penerapan OTT bagi kepala daerah, polisi, hakim, dan jaksa dicermati. Ia menegaskan, bukannya tidak boleh OTT, melainkan menurutnya penegakan hukum agar tidak gaduh dan mengganggu pembangunan.

"Dulu kami di Komisi II meminta betul bahwa upaya penegakan hukum, khususnya melalui instrumen OTT, kepada para kepala daerah, tidak hanya kepala-kepala daerah, terhadap polisi, hakim, dan jaksa, itu harus betul-betul dicermati. Bukannya kita tidak boleh apa mempersalahkan, meminta pertanggungjawaban mereka, tidak," kata Arteria, Kamis (18/11).

Arteria mengaku tidak setuju jika jaksa, polisi, dan hakim dijerat OTT. Menurutnya, untuk menjerat aparat penegak hukum, harus dilakukan dengan cara yang lebih menantang, yaitu membangun konstruksi hukum agar lebih adil.

"Bahkan ke depan, di Komisi III, kita juga sedang juga menginisiasi 'saya pribadi' saya sangat meyakini yang namanya polisi, hakim, jaksa itu tidak boleh di-OTT, bukan karena kita prokoruptor, karena mereka adalah simbol-simbol negara di bidang penegakan hukum," ujarnya.

"Nah, bisa dibedakan, tafsirnya jangan ditafsirkan kita beda, kita mendukung atau apa ya, kita ingin sampaikan banyak sekali instrumen penegakan hukum di samping OTT, bangun dong, bangunan hukum dan konstruksi perkaranya sehingga fairness-nya lebih kelihatan," ungkapnya.

Ia menambahkan, jika aparat penegak hukum di-OTT, isu yang terlihat adalah kriminalisasi. Justru dengan menggunakan instrumen hukum lainnya dapat menantang penegak hukum lain untuk membuktikan perkara yang diduga dilanggar.

"Kalau kita OTT, nanti isunya adalah kriminalisasi, isunya adalah politisasi, padahal kita punya sumber daya polisi, jaksa, hakim, penegak hukum yang hebat-hebat, masa iya sih modalnya hanya OTT, tidak dengan melakukan bangunan konstruksi hukum yang lebih bisa dijadikan di-challenge oleh semua pihak, sehingga fairness-nya lebih terlihat," katanya.(detik)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita