Pasal 5 Ayat 2 Permendikbud 30 Jadi Sorotan, Ini Isinya

Pasal 5 Ayat 2 Permendikbud 30 Jadi Sorotan, Ini Isinya

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -Pasal 5 Ayat 2 Permendikbud No 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi disorot. 

Ada pro-kontra yang mengikuti Permen PPKS yang diteken Menteri Nadiem Makarim pada 31 Agustus 2021 lalu itu.

Sejumlah anggota DPR hingga ormas Islam menganggap pasal yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Permendikbudristek) itu melegalkan zina lantaran ada konsep suka sama suka (konsensual) dan dianggap tidak dilandasi nilai agama. Kemendikbud Ristek sudah menepis peraturan itu melegalkan zina.

Apa saja isi Pasal 5 Ayat 2 Permendikbud No 30 Tahun 2021 yang menuai pro dan kontra? detikcom merangkum ulasannya berikut ini.

Isi Pasal 5 Ayat 2 Permendikbud No 30 Tahun 2021

Adapun salah satu pasal yang disorot adalah Pasal 5 ayat 2. Berikut isinya:

(2) Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender Korban;
b. memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan Korban;
c. menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada Korban;
d. menatap Korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman;
e. mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada Korban meskipun sudah dilarang Korban;
f. mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
g. mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
h. menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
i. mengintip atau dengan sengaja melihat Korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi;
j. membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh Korban;
k. memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual;
l. menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban;
m. membuka pakaian Korban tanpa persetujuan Korban;
n. memaksa Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual;
o. mempraktikkan budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan yang bernuansa Kekerasan Seksual;
p. melakukan percobaan perkosaan, namun penetrasi tidak terjadi;
q. melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin;
r. memaksa atau memperdayai Korban untuk melakukan aborsi;
s. memaksa atau memperdayai Korban untuk hamil;
t. membiarkan terjadinya Kekerasan Seksual dengan sengaja; dan/atau
u. melakukan perbuatan Kekerasan Seksual lainnya.

Aliansi BEM UI Dukung Pasal 5 Ayat 2 Permendikbud No 30 Tahun 2021

Meski ditentang sejumlah pihak, ada pula pihak yang mendukung isi Pasal 5 Ayat 2 Permendikbud No 30 Tahun 2021 tersebut. Salah satunya aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Universitas Indonesia.

Kelompok yang dinamai Aliansi Kekerasan Seksual dalam Kampus se-UI ini juga mendorong agar aturan tersebut segera diimplementasikan. Adapun aliansi terdiri dari: BEM FH UI, BEM UI, BEM IKM FK UI, BEM IM FKM UI, BEM FIK UI, BEM FPsi UI, BEM FT UI, BEM FF UI, BEM FKG UI, BEM Vokasi UI, BEM FMIPA UI, BEM Fasilkom UI, BEM FIA UI, BEM FEB UI, BEM FISIP UI, BEM FIB UI, dan HopeHelps UI (organisasi nirlaba antikekerasan seksual).

"Penerbitan Permendikbud-Ristek PPKS sejatinya merupakan langkah progresif yang dilakukan oleh Pemerintah di tengah maraknya kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus. Permendikbud-Ristek PPKS ini hadir dan menjadi payung hukum yang secara komprehensif mengatur terkait penanganan serta pencegahan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi," demikian pernyataan Aliansi, sebagaimana tercantum dalam pernyataan sikap tertulis, diterima detikcom pada Kamis (11/11/2021).

Aliansi BEM se-UI juga menjelaskan konsep 'consent' yang memiliki beberapa sifat, antara lain:

- Diberikan dalam keadaan sadar tanpa adanya pengaruh dan manipulasi dari manapun (freely given),
- Dapat ditarik kembali (reversible),
- Diberikan saat sudah terinformasikan secara benar dan lengkap (informed),
- Diberikan dengan antusias (enthusiastic), dan
- Diberikan secara spesifik terhadap satu tindakan, artinya seseorang yang setuju melakukan suatu hal bukan berarti setuju melakukan hal lainnya yang terkait dengan hal yang ia setujui (specific).

"Ketika salah satu sifat dari consent tersebut tidak ada dalam suatu hubungan seksual, perbuatan tersebut dapat digolongkan menjadi kekerasan seksual. Dengan demikian, mengingat persetujuan atau consent menjadi parameter untuk menentukan apakah suatu perbuatan dapat digolongkan sebagai kekerasan seksual atau tidak, konsep consent menjadi sesuatu yang wajib diadopsi dalam peraturan mengenai kekerasan seksual yang dalam hal ini adalah Permendikbud-Ristek PPKS," kata Aliansi.

Lebih lanjut, Aliansi BEM se-UI juga menjelaskan Permendikbud PPKS ini tidak bertentangan dengan nilai agama. Bahkan aturannya sesuai dengan nilai agama, yaitu sama-sama menolak kekerasan seksual.

"Maka dari itu, anggapan bahwa substansi Permendikbud-Ristek PPKS bertentangan dengan segala nilai agama serta moralitas yang ada dalam masyarakat merupakan sebuah penilaian yang keliru mengingat kekerasan seksual itu sendiri merupakan sesuatu yang dikecam oleh agama mana pun," kata Aliansi.

GMNI Jelaskan Pasal 5 Ayat 2 Permendikbud Bukan Legalkan Seks Bebas

Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) juga angkat suara soal kontroversi consent yang dimuat dalam Pasal 5 ayat 2 Permendikbud PPKS.

"Kita tidak bisa memaknai frasa 'tanpa persetujuan korban' dengan pengertian legalisasi terhadap perbuatan asusila ataupun seks bebas," kata Wakil Ketua DPP GMNI Bidang Pergerakan Sarinah, Fanda Puspitasari, dalam keterangan tertulis GMNI, Jumat (12/11/2021).


Fanda menyoroti bahwa tujuan Permen PPKS untuk mencegah dan menangani kekerasan seksual di kampus. Jika ada yang khawatir akan legalnya zina dan seks bebas, sudah ada aturan lain yang mengatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

"Jadi sebenarnya tidak perlu memperdebatkan hal yang tidak substansial dan salah sasaran. Jadi mari kita bersama-sama fokus memerangi masalah dan memerangi musuh bersama, yaitu kekerasan seksual," kata Fanda.(detik)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita