GELORA.CO - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan perihal situasi terkini pandemi Covid-19 di Tanah Air dalam pertemuan dengan para pemimpin redaksi secara virtual, Rabu pekan ini (10/11/2021).
Dalam kesempatan itu, Menkes juga menjelaskan soal potensi terjadinya gelombang ketiga kenaikan kasus Covid-19.
Berdasarkan data terbaru, kasus positif Covid-19 di Indonesia bertambah 359 pada Sabtu kemarin (13/11). Pasien yang dinyatakan sembuh dari Corona bertambah sehari 451 orang, pasien yang meninggal dunia bertambah 16 orang berdasarkan data Satgas Covid-19.
Dengan demikian, total kasus positif Covid-19 di Indonesia sejak pertama kali dilaporkan ejak Maret 2020 hingga saat ini mencapai 4.250.516 kasus. Kasus sembuh jika ditotal menjadi 4.097.675, sementara kasus kematian berjumlah 143.644 kasus.
Dalam paparannya, BGS, sapaan akrab Budi Gunadi Sadikin, menjelaskan gelombang ketiga Covid-19 sudah banyak terjadi di berbagai negara di Eropa hingga Asia. Padahal, negara-negara itu, memiliki cakupan vaksinasi yang tinggi.
"Jadi kita lihat, Jepang sempat naik gelombang ketiga, Singapura naik, Malaysia naik, yang di Eropa itu terjadi, di Amerika Serikat (AS), Israel dan UK," ujarnya.
Menurut BGS, gelombang ketiga itu tidak dapat dilepaskan dari mutasi virus corona. Khusus untuk yang terjadi di Eropa dan Asia saat ini diakibatkan oleh varian delta (B.1.6.1.7.2).
"Untuk ilustrasi, ini kayak preman. Jadi kalau preman masuk ke suatu daerah, misalnya Tanah Abang, ada satu preman, tapi ada preman lain lebih kuat dari dia, kalah preman yang lama. Gitu ya. Ini di virus ada kayak begitunya," ujar BGS.
"Jadi memang preman delta ini relatif lebih dominan, lebih powerful, lebih kuat, dibandingkan preman-preman virus yang lain. Sehingga setiap dia masuk, naik," lanjutnya.
Menurut BGS, hal itu pula yang menimpa India dan Indonesia beberapa waktu lalu. Ketika itu, ledakan kasus Covid-19 terjadi di India, lantas kemudian menular ke Indonesia, dan menjalar ke semua negara.
"Jadi key (kunci) nomor satu untuk mencegah gelombang ketiga, jangan sampai kemasukan varian baru yang memiliki potensi lebih kuat dari varian lama," katanya.
Mantan Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara itu melanjutkan, terdapat tiga mutasi virus corona yang berpotensi berbahaya. Ketiga varian itu adalah Lambda (C.37 + C.37.1), Mu (B.1.621 + B.1.621.1), dan C.1.2.
Menurut BGS, varian-varian baru itu umumnya timbul di Amerika Selatan. Penyebarannya pun cepat sehingga oleh WHO dimasukkan ke dalam kategori Variant of Interest (VoI).
"Varian ini sudah menyebar cukup banyak di beberapa negara tapi belum masuk di Indonesia," kata BGS.
Kendati demikian, Menkes Budi Gunadi Sadikin (BGS) mengatakan pemerintah tetap mewaspadai agar jangan sampai kemasukan varian baru. Sebab, seperti dijelaskan di awal, varian baru merupakan salah satu penyebab gelombang ketiga.
"Proven scientifically (Terbukti secara saintifik). Kita jagalah border (perbatasan) kita. Dan bukan hanya udara saja, kalau kita jaga udara paling ketat, masuknya kemarin kan dari laut. Delta itu masuknya dari Cilacap dan Dumai. Dari India, kru-kru India masuk dari sana. Sama dari Malaysia lewat TKI kita," ujar BGS.
"Nah kita sudah petain nih di mana titik-titiknya sudah kita batasi secara resmi ya. Orang asing cuma bisa masuk di 22 titik ini, lima udara, 9 laut, 8 darat. Ya tikus-tikus ada tapi yang besarnya di sini. Dan kita sudah identifikasi risiko terbesar di mana. Udara di Soetta, laut di Batam, darat di Entikong. Itu historically itu yang paling banyak masuknya orang-orang," lanjutnya.
Untuk itu, BGS bilang kalau pemerintah meningkatkan kapasitas sejumlah sarana dan prasarana di titik-titik dengan risiko besar itu. Agar deteksi lebih dini dapat dilakukan.
"Jadi penyebab kenaikan gelombang berikutnya itu selalu ada ciri-ciri varian baru. Varian baru ini gimana, kita sudah identifikasi monitor terus yang tiga dan gimana cara cegahnya kita jaga border kita supaya jangan sampai masuk," ujar BGS.
Eks Direktur Utama Bank Mandiri itu lantas mengungkapkan perbincangannya dengan salah seorang epidemiolog asal Universitas Gadjah Mada (UGM) beberapa waktu lalu. Menurut sang pakar, kata BGS, varian baru bukan hanya berasal dari luar negeri, melainkan juga dari tanah air.
Sebagai contoh di Inggris. Terdapat dua varian yang menyebabkan lonjakan kasus Covid-19 di Inggris, yaitu delta dan 'anak' delta atau AY.4.2.
Indonesia?
Lantas, bagaimana dengan Indonesia? Menurut BGS, varian delta di Indonesia sudah 'beranak' menjadi 25 jenis yang berbeda. Sebagai catatan yang asli adalah B.1.617.2.
"Tapi sekarang yang banyak beredar di Indonesia bukan cuma itu. Itu adalah sublineage atau mutasi atau varian baru dari delta yang namanya AY.23. Kemudian AY.24. Di kita belum ada yang namanya AY.4.2. Jadi belum terjadi mutasinya di Indonesia," kata BGS.
Sementara itu di dunia, yang terbanyak masih varian delta (B.1.617.2). Sedangkan AY.4.2 berada di urutan ke-12 dan banyak ditemukan di Inggris, Jerman, Denmark, Polandia, dan Italia. Adapun AY.23 paling banyak ditemukan di Singapura.
"Singapura sudah pasti dari kita dapatnya. Karena di Singapura belakangan. Jadi perlu takut nggak kita dengan penularan di Singapura? Nggak perlu, karena kita sudah terbukti imun, sudah terbukti kebal AY.23. AY.23 yang dominan sekarang kita kena cuma 400. Singapura yang nggak kebal, kena dia 5.000 sehari. Sekarang mungkin sudah turun jadi 3.000 sehari untuk negara sekecil itu. Siapa yang nyerang dia? AY.23," ujar BGS.
Lebih lanjut, dia bilang kalau mutasi berbahaya di AY.42 sudah ada di AY.23 dan AY.24. "Jadi kesimpulannya apa? Ya kita sudah cukup kebal terhadap mutasi berbahaya yang ada di AY.42," kata BGS.
"Aku ulangi lagi setiap lonjakan yang kita lihat itu terjadi karena varian baru. Varian baru bisa terjadi karena dua hal, masuk dari luar seperti Lambda, Mu, dan C.1.2. Apa yang kita lakukan? Kita jaga border-nya," lanjutnya.
"Kedua, bisa terjadi mutasi dari dalam masuknya. Karena kita penularannya tinggi terus terjadi mutasi virus yang ada di dalam. Contohnya AY.23 atau AY.42 mutasi delta tetapi terjadi di luar.
Menkes Budi Gunadi Sadikin (BGS) yang juga mantan Direktur Utama Inalum (MIND ID) itu menambahkan, selain mutasi virus corona, lonjakan kasus dipicu oleh kenaikan mobilitas masyarakat.
"Itu saja, as simple as that. Jadi selain karena varian itu terjadi karena mobilitasnya naik," ujar BGS.
Menurut dia, mobilitas selalu naik pada saat libur Natal dan Tahun Baru dan Lebaran. Apabila kenaikannya di atas baseline atau sebelum pandemi, kasus Covid-19 pun ikut naik.
"Kasus naik, orang takut, terus turun. Gak kapok-kapok. Begitu turun euforia. Selalu kan sudah dua kali. Dia bergerak lagi ke mana-mana, kasus naik. Nah kenapa di Juli naiknya luar biasa ternyata karena ditambah dengan varian baru," kata BGS.
Oleh karena itu, menurut dia, ujian terbesar pemerintah adalah saat nataru ini.
Menutup paparannya, BGS bercerita perihal pandemi demi pandemi yang pernah terjadi di dunia. Mulai dari Black Death hingga Flu Burung.
Menurut dia, ada tiga gelombang Spanish Flu di masa lalu. Sedangkan Flu Burung hanya satu kali.
"Corona gimana? Pandemi itu tiga wave. Yang kedua pasti ada wave yang tinggi sekali. Nah kalau belajar dari ahli-ahli virus, si virus itu host-host-nya banyak mati (manusia) dia akan bermutasi supaya host-nya tidak cepat mati kalau flu biasa supaya dia bisa terus hidup," ujar BGS.
"Jadi hilangnya atau berkurangnya fatality virus itu selalu sesudah peak gitu ya. Jadi teman-teman, Indonesia kalau lihat worst case Indonesia mungkin sudah nggak ada," kata BGS.
Namun demikian, SARS CoV-2 sebagai penyebab Covid-19 tetaplah misteri. Meskipun kondisi sekarang sudah membaik, seyogianya semua pihak tetap hati-hati dan waspada. Pemerintah pun terus berupaya melakukan surveilans hingga percepatan vaksinasi.
"Karena di negara-negara yang vaksinasinya sudah tinggi kayak Israel, AS juga bisa naik kok walau sudah turun sekarang. Walaupun saya setuju kematian tidak separah dulu. So vaccination does works," ujar BGS.
Sebagai kesimpulan, dia bilang kalau gelombang tiga terjadi bisa karena varian baru maupun peningkatan mobilitas.
"Ujian kita di nataru ini. Kita juga lihat sejarah pandemi di dunia habis peak dia hilang gitu ya ada yang naik lagi wave ketiga ada yang langsung hilang. Kita nggak tahu kita yang mana. Jadi kalau feeling saya the worst sudah terjadi. Tapi kita tetap waspada saja jangan terburu-buru. Kita sudah melakukan persiapan cukup tapi mudah-mudahan tidak terjadi lagi," kata BGS. [cnbc]