Mahfud Md Buka Suara soal Isu Luhut dan Erick Thohir di Bisnis PCR

Mahfud Md Buka Suara soal Isu Luhut dan Erick Thohir di Bisnis PCR

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Menko Polhukam Mahfud MD turut berbicara mengenai polemik dugaan keterlibatan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir dalam bisnis tes PCR. Menurut Mahfud, pengadaan tes PCR sejatinya muncul saat Indonesia sedang panik menangani virus Corona (COVID-19).

Hal itu diungkapkan Mahfud saat menjadi keynote speaker pada webinar yang bertajuk 'Menguji Konsistensi Kebijakan Penanganan Pandemi COVID-19 Terhadap UUD 1945' seperti dikutip Minggu (14/11/2021). Mulanya, Mahfud menyebut kontroversi penanganan COVID-19 di Indonesia muncul sejak pemerintah mengeluarkan Perppu Nomor 1 tahun 2020 yang dituding menggarong uang negara.

"Menurut hukum keuangan, pemerintah bisa dianggap melanggar UU jika belanja APBN mengalami defisit anggaran lebih dari tiga persen dari PDB. Nah, waktu itu untuk menanggulangi COVID-19 diperkirakan akan terjadi defisit lebih dari tiga persen, sehingga untuk melakukan tindakan cepat, pemerintah membuat Perppu," kata Mahfud.

Dalam perjalanannya, DPR kemudian menyetujui Perppu tersebut menjadi Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020. Mahfud menyebut, Mahkamah Konstitusi (MK) juga memperkuat frasa di Pasal 27 ayat (2) ke Pasal 27 ayat (1) dan ayat (3).

"Ternyata, DPR menyetujui Perppu tersebut menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020, dan setelah diuji UU tersebut dibenarkan oleh MK. Malah, MK memperkuat frasa yang ada di Pasal 27 ayat (2) bahwa pejabat dianggap tidak melanggar hukum jika menggunakan anggaran dengan besaran apa pun 'selama dilakukan dengan iktikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan', oleh MK, frasa tersebut dikuatkan ke Pasal 27 ayat (1) dan ayat (3) sebagai 'conditionally constitutional'," katanya.

Pada 2020 lalu, Mahfud menyebut Presiden Joko Widodo mengajak peran serta masyarakat untuk ikut menanggulangi COVID-19. Karena saat itu, kata Mahfud, masyarakat panik terkena teror COVID-19 sampai-sampai alat kesehatan menjadi langka.

"Pemerintah berebutan dengan negara-negara besar yang juga panik, untuk membeli APD dan obat-obatan. Kontroversi antar dokter, antar ahli agama, antar sosiolog juga semakin membuat masyarakat panik," ujarnya.

Menurut Mahfud, seruan Presiden Jokowi kepada masyarakat itu ditanggapi cepat. Hal itu dibuktikan, kata Mahfud, dengan munculnya penelitian membuat vaksin, obat hingga alat pelindung diri (APD).

"Atas seruan presiden itu, muncullah kegiatan industri masker di berbagai daerah, muncul obat-obatan tradisional seperti minuman pokak dari Jawa Timur, ramuan telur-jahe, obat sedot antivirus, dan sebagainya," lanjutnya.

Kemudian berkembang penelitian kreatif lainnya dari berbagai kampus di Indonesia. Dari UGM, kata Mahfud, mereka melahirkan tes GeNose untuk mendeteksi ada tidaknya virus Corona yang masuk ke tubuh manusia.

"Bermunculan pula hasil penelitian kreatif dari berbagai kampus. Dari UGM, misalnya, lahir GeNose, dan dari Universitas Airlangga (Unair) lahir lima racikan obat untuk mengobati COVID-19 sesuai dengan tingkat komplikasinya," ungkapnya.

Dari situ lah, kata Mahfud, Luhut dan Erick Thohir ikut mendirikan PT Genomik Solidaritas Indonesia (SGI) untuk merespons seruan dari DPR. Mahfud menyebut pengadaan PCR yang didistribusikan oleh yayasan tersebut ada yang berbayar dan ada yang gratis.

"Semula LBP, Erick Thohir dan kawan-kawan membentuk sebuah yayasan untuk membantu masyarakat dalam pengadaan obat dan alat test COVID. Yayasan tersebut mendirikan PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI) yang, antara lain, melakukan pengadaan PCR yang distribusinya ada yang berbayar dan ada yang digratiskan," katanya.

Mahfud mengaku dalam hal ini tidak bermaksud untuk membela Luhut dan Erick Thohir. Dia mengaku hanya menjelaskan konteks kebutuhan masyarakat kala itu yang diteror oleh wabah Corona ini. Mahfud pun menyebut masyarakat berhak untuk mengkritisi.

"Saya tak bermaksud membela LBP dan Erick, saya hanya menjelaskan konteks kebutuhan ketika dulu kita diteror dan dihoror oleh COVID-19, dan ada kebutuhan gerakan masif untuk mencari alat tes dan obat. Silakan terus diteliti, dihitung, dan diaudit. Masyarakat juga punya hak untuk mengkritisi. Nanti akan terlihat kebenarannya," ucapnya.

Diketahui, kabar sejumlah menteri bermain di PCR ini diungkap Mantan Direktur YLBHI Agustinus Edy Kristianto. Para menteri ini diduga memiliki keterkaitan dengan PT Genomik Solidaritas Indonesia.

"Menteri itu ternyata terafiliasi (ada kaitannya) dengan PT Genomik Solidaritas Indonesia. Unit usaha PT itu adalah GSI Lab yang jualan segala jenis tes Covid-19: PCR Swab Sameday (275 ribu), Swab Antigen (95 ribu), PCR Kumur (495 ribu), S-RBD Quantitative Antibody (249 ribu)," tulisnya di Facebook seperti dirangkum detikcom, Rabu (3/11).

Keterkaitan para menteri diduga melalui pemegang saham GSI. PT Toba Bumi Energi dan PT Toba Sejahtrea sebagai salah satu pemegang saham GSI disebut memiliki keterkaitan dengan Luhut. Sementara, Erick diduga memiliki keterkaitan dengan GSI melalui Yayasan Adaro Bangun Negeri. Yayasan ini di bawah PT Adaro Energy Tbk di mana kakak Erick, Garibaldi Thohir merupakan presiden direkturnya. (detik)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita