GELORA.CO - Polda Metro Jaya menolak laporan dugaan kolusi dan nepotisme terkait bisnis polymerase chain reaction atau PCR yang menyeret nama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir. Laporan ini sedianya hendak dilayangkan Jaringan Aktivis ProDemokrasi (ProDEM).
Ketua Majelis ProDEM, Iwan Sumule menyebut, penyidik berdalih tak memproses laporannya lantaran tidak terlebih dahulu memberi pemberitahuan. Penyidik juga meminta ProDEM untuk membuat surat pemberitahuan terkait laporan ini ke pimpinan di Polda Metro Jaya.
"Baru kali ini ada kelompok masyarakat ingin melakukan pengaduan atas tindak pidana yang dilakukan penyelenggara negara, harus bikin surat dulu kepada pimpinan Polda," kata Iwan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (15/11/2021).
Iwan menilai sikap penyidik menolak laporannya sebagai bentuk ketidakadilan. Sehingga, dia berencana melayangkan laporan ini ke Mabes Polri.
"Kita harus terus cari keadilan. Kalau di sini tidak, ya kita akan laporkan ke Mabes Polri," katanya.
Berkaitan dengan itu, Iwan juga mengklaim telah memiliki bukti kuat terkait dugaan kolusi dan nepotisme ini. Bahkan, kata dia, Luhut dan Erick Thohir selaku pihak terlapor juga telah mengakui keterlibatannya dalam proyek bisnis PCR.
"Bapak Luhut itu sudah akui bahwa perusahaan dia memiliki saham di PT GSI. Selaku penyelenggara negara di situ ada unsur nepotisme, kolusi bahwa PT GSI dapat proyek tes PCR. Hal sama juga Bapak Erick kalau Yayasan Adaro di mana kakak kandungnya itu juga dapat proyek pengadaan tes PCR," bebernya.
Dugaan Terlibat Bisnis PCR
Mantan Direktur Publikasi dan Pendidikan Publik Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Agustinus Edy Kristianto sebelumnya mengungkapkan sejumlah nama menteri yang disebut terafiliasi dengan bisnis tes Covid-19 baik PCR maupun antigen.
Melalui akun Facebook pribadinya, Edy menyebut beberapa nama yakni, Luhut dan Erick Thohir. Kedua menteri ini diduga terlibat dalam pendirian perusahaan penyedia jasa tes Covid-19, PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI).
Edy menjabarkan, PT GSI lahir dari PT Toba Bumi Energi dan PT Toba Sejahtra, anak PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) yang sebagian kecil sahamnya dimiliki oleh Luhut.
Selain itu, PT GSI juga dilahirkan oleh PT Yayasan Adaro Bangun Negeri yang berkaitan dengan PT Adaro Energy Tbk (ADRO), 6,18 persen sahamnya dimiliki Boy Thohir yang tak lain adalah saudara dari Erick Thohir.
"Gunakan akal sehat. Seorang Menko Marives merangkap jabatan sebagai Koordinator PPKM. Dia pucuk pimpinan dalam hal kebijakan Covid-19 dan investasi. Lalu, seorang Menteri BUMN merangkap Ketua Tim Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Menteri Kesehatannya bekas Wakil Menteri BUMN. Tapi, menteri itu ternyata terafiliasi (ada kaitannya) dengan PT Genomik Solidaritas Indonesia," tulis Edy seperti dikutip Suara.com yang telah mendapatkan izin untuk kepentingan pemberitaan.
Edy merinci, saham PT GSI dipegang oleh Yayasan Indika Untuk Indonesia (932 lembar), Yayasan Adaro Bangun Negeri (485 lembar), Yayasan Northstar Bhakti Persada (242 lembar), PT Anarya Kreasi Nusantara (242 lembar), PT Modal Ventura YCAB (242 lembar), PT Perdana Multi Kasih (242 lembar), PT Toba Bumi Energi (242 lembar), PT Toba Sejahtra (242 lembar), dan PT Kartika Bina Medikatama (100 lembar).
Yayasan Indika Untuk Indonesia berkaitan dengan PT Indika Energy Tbk (INDY) yang dipimpin Ketua Umum KADIN, Arsjad Rasjid sebagai direktur utama.
Kemudian, Yayasan Northstar Bhakti Persada berkaitan dengan Northstar Group yang dipimpin Patrick Walujo, seorang bankir yang juga menantu dari TP Rachmat bersama Glenn Sugita sebagai pembina yayasan.
Tanggapan Luhut
Sementara itu, Luhut sendiri telah menanggapi santai rencana ProDEM melaporkan dirinya ke Polda Metro Jaya. Dia menegaskan siap diaudit untuk memastikan bahwa tudingan tersebut tidak benar.
"Nggak apa-apa (dilaporkan) kalau salah kan nanti gampang aja diaudit," kata Luhut di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (15/11/2021).
Menurut Luhut, semua pihak boleh saja berpendapat. Namun mesti berdasar data bukan perasaan apalagi rumor.
"Kita juga harus belajar untuk bicara tuh dengan data, jangan pakai perasaan atau rumor gitu, itu kan kampungan. Kalau orang bicara 'katanya-katanya' kan capek-capekin aja, hanya untuk mencari popularitas, paling diaudit selesai," pungkas Luhut. [suara]