GELORA.CO -Sejumlah pejabat negara yang merangkap sebagai pengusaha dan menggunakan kewenangan yang dimiliki untuk mengeruk keuntungan besar dari usaha yang dimiliki, merupakan bagian dari perusak negara.
Oleh Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule, kelompok penguasa yang menyambi sebagai pengusaha ini disebut sebagai PengPeng.
“Perusak negara itu "PengPeng", jadi penguasa jadi pengusaha pula,” ujarnya saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu, Kamis (18/11).
Menurutnya, PengPeng merupakan kelompok yang tidak peduli dengan derita rakyat. Bahkan di saat masyarakat menderita pun mereka masih bisa berbuat kejam dengan mengeruk untuk dari penderitaan rakyat tersebut.
Jejaring PengPeng membuat praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) semakin tumbuh subur di negeri ini.
“PengPeng membuat KKN tumbuh subur, meski di masa paceklik,” tegas Iwan Sumule.
Baginya, perbuatan KKN yang dipertontonkan oleh para pejabat penyelenggara negara saat ini, sangat mencederai cita-cita perjuangan reformasi, yang salah satunya menghapus KKN dari bumi pertiwi.
Untuk itu, Iwan Sumule mengajak masyarakat untuk segera sadar dan berani untuk melawan kezaliman demi kezaliman ini.
“Saatnya, bangkit melawan PengPeng perusak negara,” tutupnya.
Pada Selasa kemarin (16/11), Iwan Sumule bersama para aktivis ProDEM resmi melaporkan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir dengan sangkaan melakukan perbuatan melawan hukum, yakni berbuat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Dengan sangkaan Pasal 5 angka 4 junto Pasal 21 dan 22 UU 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Iwan Sumule mengurai bahwa dugaan kolusi dan nepotisme ini didasarkan pada kenyataan bahwa PT GSI mendapat proyek PCR.
Dalam pandangan Iwan Sumule, Luhut mendapatkan proyek PCR tidak lepas dari adanya kepemilikan saham Luhut Pandjaitan dan dugaan keterhubungan dengan Erick Thohir.
Apalagi perusahaan itu baru berdiri pada April tahun 2020 atau tidak lama setelah pandemi dinyatakan masuk Indonesia.(RMOL)