GELORA.CO -Putusan Mahkamah Agung (MA) mengabulkan uji materi sejumlah pasal dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 yang mengatur remisi dan pembebasan bersyarat bagi koruptor mendapat kritik keras dari masyarakat.
"Ini kekeliruan karena tidak ada kaitannya dengan filosofi permasyarakatan, jadi semestinya majelis hakim fokus pada perbuatan dan dampak karakteristik kejahatan luar biasa yang serius yang dilakukan pelaku (tindak pidana korupsi)," ujar Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha), Azmi Syahputra, dalam keterangannya, Selasa (2/11).
Sehingga, lanjut Azmi, dengan dibatalkannya PP ini dapat dikatakan Hakim kurang memahami gagasan karakteristik yang dikehendaki dalam upaya penanganan integrasi kejahatan bagi pelaku tindak pidana khusus.
Dituturkan Azmi, PP Nomor 99 Tahun 2012 tersebut sebenarnya upaya menyempurnakan penanganan kejahatan yang harus dilakukan oleh negara.
Agar kejahatan bisa terungkap lebih luas dan ada pertanggungjawaban dari pelaku kejahatan kategori serius (serious crime), pelaku yang terorganisir, atau diawali dengan permufakatan jahat. Sehingga diberikanlah reward bagi pelaku kejahatan serius tersebut agar koperatif membongkar perkara tindak pidananya kepada penegak hukum.
"Sehingga semestinya PP ini harus dipertahankan dan pengimplementasinya secara proporsional dengan memperhatikan kepentingan nasional, perlindungan warga masyarakat dari kejahatan, kerugian-kerugian," jelas Azmi.
"Membaca pasal yang diuji tidak bisa sepotong sepotong, semestinya harus ditafsirkan dalam satu kesatuan tujuan yang mau dicapai dalam pengoperasionalan PP dimaksud. Sehingga diperlukan persyaratan dan pembatasan dalam pemberian remisi bagi pelaku yang koperatif pada penegak hukum untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat," sambungnya.
Selain itu, kata Azmi, PP ini masih relevan guna memberikan dasar pengetatan syarat, termasuk masih tingginya angka kejahatan serius dengan berbagai modus operandi kekiniaannya.
"PP ini jadi aktualisasi hukum menghadapi berbagai perkembangan dan kebutuhan baru, termasuk kebutuhan akan ketertiban umum dan kebutuhan keadilan masyarakat. Tidak ada yang dilanggar dan bertentangan dalam PP ini sepanjang pelaku bersedia dan koperatif membongkar kejahatannya, mengembalikan kerugian negara, dan berpihak pada kepentingan nasional. Ini jadi kata kuncinya dalam PP tersebut," demikian Azmi Syahputra.(RMOL)