GELORA.CO -Pemerintah telah menyatakan melarang hasil tambang mentah untuk diekspor, seperti nikel. Namun Indonesia sempat mendapatkan tekanan dari negara lain terkait larangan ekspor ini.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkapkan di KTT G20, Indonesia mendapat tekanan untuk harus mengirim sebanyak-banyaknya hasil tambang ke negara lain.
"Bapak Presiden tidak mau tanda tangan waktu di G20 mengenai supply chain. Kenapa? Salah satunya kita ditekan bahwa industri pertambangan kita harus dikirim sebanyak-banyaknya ke negara lain," kata Erick.
Padahal saat ini pemerintah berupaya untuk memaksimalkan potensi sumber daya alam dan digunakan untuk mendongkrak perekonomian nasional.
"Jadi apa bedanya, waktu zaman dulu VOC datang ke sini mencari pala dan rempah. Hari ini juga sama sumber daya alam kita harus dibuka. Tentu kita tidak sepakat dan tidak mau sumber daya alam kita untuk bangsa lain," jelas Erick.
Dia menambahkan Indonesia bukanlah negara yang anti asing. Namun langkah ini dinilai wajar karena penggunaan sumber daya alam demi memajukan negara.
Erick mengungkapkan saat ini sudah waktunya Indonesia menjadi sentra pertumbuhan ekonomi dunia. "Ekonomi dunia jadi bagian pertumbuhan kita, bukan di balik, kita hanya dijadikan sapi perah saja," jelas dia.
Dia juga memaparkan kebijakan Presiden Joko Widodo terkait pelarangan ekspor nikel adalah langkah yang tepat. Apalagi dengan kebijakan pemrosesan hasil tambang misalnya sampai menjadi baterai listrik.
Hal tersebut akan menciptakan turunan berupa kawasan industri hijau di Batam dan tempat lain untuk penciptaan lapangan kerja. "Karena kalau cuma tambang (yang dikirim) berapa banyak sih pekerjaannya. Begitu diturunkan harus dibuat di sini-di situ yang menjadi keberpihakan dengan investasi," tambah dia.(detik)