GELORA.CO - Ada pesan berisi kritik yang ingin disampaikan anggota DPR Fraksi PKS Fahmi Alaydroes pada Rapat Paripurna persetujuan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa di Gedung Nusantara II, Komplek Parlemen, Jakarta, Senin siang (8/11).
Hanya saja, pesan itu urung disampaikan Fahmi karena permintaan iterupsinya diabaikan oleh Ketua DPR Puan Maharani yang duduk sebagai ketua sidang.
Fahmi mengatakan, pesan yang ingin disampaikan, pertama adalah apresiasi terpilihnya Jenderal Andika Perkasa sebagai Panglima TNI dan kedua untuk menyampaikan kritik pada Permendikbud tentang kekerasan seksual di perguruan tinggi.
Fahmi Alaydroes dengan nada kesal karena interupsi diabaikan Puan, menyampaikan umpatan. Dia menyindir nama Puan yang belakangan digadang menjadi calon presiden di Pilpres 2024.
"Bagaimana mau jadi Capres kalau begitu," kesalnya.
Dalam konferensi pers di Ruang Rapat Fraksi PKS DPR RI, Fahmi menyampaikan isi lengkap pesan yang seharusnya disampaikan dalam rapat. Berikut pesan lengkap tersebut.
Assalamualaikum
Kami mengucapkan selamat, kepada Panglima TNI Andika. Kami mendukung sepenuhnya. Semoga sukses menjaga dan mempertahankan kedaulatan negara.
Kemudian, yang tidak kalah pentingnya, selain mempertahankan kedaulatan dan keutuhan negara dari berbagai ancaman, saya juga ingin mengingatkan kepada kita semua, pentingnya ketahan moral dan peradaban Bangsa. Ada ancaman serius yang tidak disadari, di depan mata kita.
Kementerian Pendidkan & Kebudayaan-Ristek telah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) 30/2021 tentang "Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi".
Peraturan Menteri ini hadir begitu saja di tengah pembahasan Rancangan Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU-TPKS) yang sedang dibahas di DPR.
Terbitnya Permen ini menimbulkan keresahan, kegelisahan dan kegaduhan di kalangan masyarakat. Sejumlah ormas seperti Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, Universitas NU Yogyakarta, Aliansi Indonesia Cinta Keluarga, Persaudaraan Muslimah Indonesia, Aliansi Penyelenggara Perguruan Tinggi se Indonesia, para dosen dan akademisi di berbagai kampus mempertanyakan keberadaan Peraturan Mendikbud-Ristek ini! Mengapa?
Saya yakin maksud dan tujuan dari Peraturan Menteri ini ingin menghilangkan Kekerasan Seksual di Dunia Kampus, namun sayangnya Peraturan ini sama sekali tidak menjangkau atau menyentuh persoalan pelanggaran susila (a-susila) yang sangat mungkin terjadi di lingkungan perguruan tinggi, termasuk praktik perzinahan dan hubungan seksual sesama jenis (LGBT).
Peraturan ini hanya berlaku apabila timbulnya korban akibat paksaan, atau melakukan interaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh korban.
Dengan perkataan lain, bila terjadi hubungan seksual suka sama suka, kapan saja, di mana saja, oleh siapa saja, dan dilakukan di luar ikatan pernikahan.
Peraturan ini membiarkan, mengabaikan, dan menganggap normal! Bahkan, peraturan ini dapat ditafsirkan sebagai bentuk ‘legalisasi’ perbuatan asusila seksual yang dilakukan tanpa paksaan (suka sama suka) di kalangan Perguruan Tinggi.
Pertanyaan kritisnya adalah: Apakah Peraturan ini ingin mencegah dan melarang perzinahan dengan paksaan, tetapi mengizinkan perzinahan dengan kesepakatan?
Bagaimana mungkin, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuat suatu Peraturan yang dapat ditafsirkan mengabaikan nilai-nilai agama, nilai-nilai Pancasila, dan sekaligus menabrak nilai-nilai luhur adat dan budaya kita sebagai bangsa yang beradab ?!
Oleh sebab itu, Permendikbud Ristek 30/2021 ini harus dicabut dan segera direvisi dan dilengkapi!
Permendikbud ini harus sejalan dengan Pasal 31 UUD 1945 yang menugaskan Pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pasal 6 huruf b Undang Undang 12/2012 Tentang Perguruan Tinggi, Pemerintah wajib menyelenggarakan Pendidikan dengan prinsip demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai budaya, kemajemukan, persatuan, dan kesatuan bangsa.
Peraturan ini hendaknya dapat dijadikan instrumen untuk membangun iklim kehidupan sosial yang beradab, bermoral, menjunjung tinggi etika dan nilai agama dan Pancasila di lingkungan Perguruan Tinggi.
Kami meminta Kemedikbud-Ristek Pemerintah dan mengajak dan melibatkan semua pihak untuk bersama-sama bahu-membahu mencegah dan melindungi semua pelajar dan mahasiswa kita dari segala bentuk perbuatan kekerasan seksual dan segala bentuk perbuatan asusila seksual yang dilarang Agama dan bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila dan amanah UUD 1945. [rmol]