GELORA.CO - Ketua KPK Firli Bahuri mendukung koruptor untuk dihukum mati. Ia menilai perlu adanya revisi UU Tipikor untuk mengakomodir aturan mengenai hal tersebut.
"Setuju (koruptor dihukum mati). Bahkan saya pernah menyampaikan perlu dibuat pasal tersendiri sehingga 30 tindak pidana koruptor bisa dikenakan hukuman hari ini," kata dia dalam diskusi "Bersinergi Bersama Berantas Narkoba, Korupsi, Terorisme Untuk Pembangunan SDM Unggul di Era Vuca" di Gedung PRG Polda Bali, Rabu (24/11).
Ia juga yakin semua pihak setuju koruptor diberikan hukuman maksimal. Termasuk hukuman mati.
"Kami, KPK, dan segenap seluruh anak bangsa yakin bahwa para pelaku korupsi itu harus dilakukan hukuman mati. Tapi ingat negara kita negara adalah negara hukum. Konsekuensinya adalah hukum menjadi panglima. Semua proses harus mengikuti prosedur hukum," kata dia.
Aturan mengenai hukuman mati hanya terdapat pada Pasal 2 UU Tipikor saja. Dalam pasal tersebut terdapat sejumlah syarat bagi penerapan pidana hukuman mati agar dapat dilakukan.
Berikut bunyi pasalnya:
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Penjelasan Pasal (2):
Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.
Firli menilai ketentuan itu membuat tidak semua bentuk kasus korupsi dapat diterapkan ancaman hukuman mati. Sebab, ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi.
"Pasal 2 ayat 1 ini bisa dikenakan terhadap pelaku korupsi kalau dia melakukan tindak pidana korupsi sesuai Pasal 2 ayat 1," kata dia.
Wacana hukuman mati bagi koruptor ini datang dari Jaksa Agung ST Burhanuddin. Ia menilai penerapan efek jera terhadap koruptor belum efektif. Hal ini karena masih banyak koruptor dijerat oleh lembaga penegak hukum. [kumparan]