GELORA.CO - Anak buah Luhut B Pandjaitan di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) turut memberi penjelasan untuk membantah tudingan bahwa Luhut berbisnis tes PCR melalui PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI) atau GSI Lab.
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves, Septian Hario Seto, menerangkan bahwa pembentukan GSI Lab berawal dari situasi keterbatasan dan sulitnya memperoleh alat tes PCR. Waktu itu, Seto ditugaskan Luhut untuk membantu pemerintah meningkatkan kapasitas PCR di dalam negeri.
Peningkatan kapasitas PCR ini akan butuh waktu lama jika mengandalkan anggaran pemerintah, mulai dari proses penganggaran, tender, sampai kemudian sampai pembayaran. Maka berbagai pihak bergotong royong untuk membantu. Dari sini lah GSI Lab berawal.
Dalam perjalanannya, Luhut dituding berbisnis PCR karena ada saham PT Toba Bumi Energi dan PT Toba Sejahtra di GSI Lab. Padahal, kata Seto, Luhut sendiri tak ingat bahwa ada saham grup Toba Sejahtra di sana. Menurutnya, Luhut tak ada niat sama sekali mencari keuntungan dari tes PCR. Hanya ingin membantu.
"Jujur ketika Jodi (Jubir Pak Luhut) mengirimkan WA pertanyaan dari (Majalah) Tempo mengenai keterkaitan GSI dan Pak Luhut, saya laporkan mengenai hal ini ke Pak Luhut. Beliau sempat tanya ke saya, 'emangnya Toba Sejahtera punya saham di GSI to?'. Beliau tidak ingat rupanya. Saya menjelaskan kronologis yang saya ingat waktu itu. Pak Luhut lalu meminta saya dan Jodi menjelaskan kepada Tempo sesuai dengan fakta yang ada," kata Seto dalam keterangan tertulis, Senin (8/11).
Ia menegaskan, GSI Lab didirikan untuk tujuan sosial. Tidak ada keuntungan yang dibagikan kepada pemegang saham.
"Di dalam perjanjian pemegang saham GSI, ada ketentuan bahwa 51 persen dari keuntungan harus digunakan kembali untuk tujuan sosial. Oleh karena itu, sampai detik ini tidak ada pembagian keuntungan seperti dividen kepada pemegang saham. Hasil laba yang lain digunakan untuk melakukan reinvestasi terhadap peralatan atau kelengkapan lab yang lain (salah satunya adalah untuk melakukan genome sequencing). Perlu diketahui, ketika diawal operasi GSI ini menggunakan fasilitas tanah dan bangunan secara gratis yang diberikan oleh salah satu pemegang saham," ujarnya.
Diakui Seto, ada potensi konflik kepentingan karena adanya kepemilikan Luhut di GSI Lab. Namun, situasi pada masa awal pandemi membutuhkan langkah cepat demi meningkatkan kapasitas PCR di dalam negeri.
"Memang saya akui, saya kurang hati-hati dalam mengingatkan Pak Luhut terkait dengan saham GSI sehingga muncul potensi conflict of interest ini buat pak Luhut (jujur saya sendiri juga lupa kalau Toba Sejahtera berpartisipasi di GSI). Tapi memang kondisi pada saat GSI didirikan saat itu membutuhkan keputusan yang cepat terkait peningkatan kapasitas test PCR ini. Kemudian, ketika Pak Luhut menjadi koordinator PPKM Jawa Bali, setiap keputusan yang diambil didasarkan kepada usulan kami atas analisis data dan situasi, sehingga kondisi COVID-19 di Jawa Bali bisa lebih baik," Seto menjelaskan.
"Tidak ada sedikit pun keraguan dalam hati saya terkait hal ini. Tidak ada satu pun keputusan yang diambil oleh Pak Luhut yang kami usulkan, karena mengedepankan kepentingan GSI, termasuk usulan mengenai PCR untuk penumpang pesawat," tutupnya. [kumparan]