Deforestasi dan Pembukaan Lahan Jadi Pemicu Banjir di Indonesia

Deforestasi dan Pembukaan Lahan Jadi Pemicu Banjir di Indonesia

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Banjir melanda sejumah wilayah di Indonesia saat memasuki bulan November 2021. Pengamat hidrologi hutan dan pengelolaan daerah aliran sungai dan ekosistem UGM, Hatma Suryatmojo mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan banjir di Indonesia, salah satunya faktor aktivitas manusia.

Kegiatan pembangunan dan pemanfaatan sumber daya alam, termasuk sumber daya hutan, dikatakan Hatma menjadi pemicu terjadinya banjir di sejumlah wilayah di Indonesia.

“Beberapa kegiatan tentu menjadi pemicu, seperti pembukaan lahan hutan, perubahan fungsi lahan, deforestasi, perkembangan urbanisasi dan penyempitan tubuh air (sungai) akibat kebutuhan pemukiman," urai Hatma dalam keterangan resmi UGM, Selasa (9/11).

Menurutnya, deforestasi turut menyumbang dan menjadi salah satu faktor pemicu kejadian bencana hidrometeorologis seperti banjir dan longsor. Meski begitu, ada banyak faktor fisik alami yang dapat berpotensi menjadi pemicu kejadian bencana hidrometeorologis, seperti faktor topografi dengan kemiringan lereng yang tinggi dan curah hujan ekstrem dengan intensitas lebih dari 100 milimeter.

Mengutip data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), luas deforestasi Indonesia pada periode 2019-2020 mengalami penurunan sampai 75%, atau sebesar 115,5 ribu hektare (ha) dibandingkan periode 2018-2019 yang mencapai 462,5 ribu ha.

Angka ini meningkat bila dibandingkan periode 2017-2018 yang mencapai sebesar 439,4 ribu ha. Sedangkan pada tahun 2016-2017 angkanya mencapai 480 ribu ha. Pada periode 2015-2016, menjadi tahun yang memiliki angka deforestasi tertinggi dalam enam tahun terakhir, yaitu sebesar 629,2 ribu ha.

“Artinya secara total, dalam kurun waktu enam tahun, angka deforestasi mencapai 2,1 juta ha. Meski begitu cukup wajar juga bila ada pernyataan laju deforestasi mengalami penurunan, namun kejadian bencana hidrometeorologi masih tinggi," ungkap dia.

Hal ini mengindikasikan banjir dan tanah longsor bisa dipengaruhi oleh faktor lain, terutama pada perubahan pola penutupan dan pemanfaatan lahan yang mengganggu atau mengubah fungsi dari kawasan tersebut.

Dosen Fakultas Kehutanan UGM itu mengimbau perlu memberikan perhatian secara khusus terhadap perubahan daerah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS). Daerah itu seharusnya memiliki peran penting sebagai fungsi lindung yang dibantu oleh peran hidrologi dari kawasan bervegetasi (hutan).

Hatma mengatakan, perubahan DAS yang seharusnya untuk melindungi kawasan di bawahnya, kini banyak diubah menjadi kawasan produksi seperti pemukiman, budi daya intensif, dan lain-lain. Hal tersebut tentu akan menurunkan fungsi dari kawasan hulu.

Semua individu, sambung Hatma, wajib sadar bahwa mereka tinggal di dalam wilayah DAS. Tidak ada sejengkal tanah pun di daratan bumi yang tidak termasuk dalam wilayah DAS. Oleh karenanya wajib memahami peran manusia sebagai warga DAS dengan melakukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam wilayah DAS sesuai dengan fungsi kawasan dalam DAS.

“Memang perlu mengedukasi seluruh lapisan masyarakat tentang peran penting DAS sebagai sistem penyangga kehidupan yang akan mendukung terwujudnya pembangunan berkelanjutan menjadi hal penting yang perlu dikuatkan dalam seluruh lini pendidikan," ucap dia.

Selain faktor aktivitas manusia, faktor hidrologis juga menjadi salah satu pemicu banjir di Indonesia saat ini. Hatma menjelaskan, faktor hidrologis disebabkan oleh adanya perubahan kondisi hidrologis suatu wilayah akibat perubahan iklim, anomali cuaca seperti hujan dengan intensitas tinggi, badai dan siklon tropis, hujan monsoon, gelombang pasang hingga jebolnya tanggul/dam.

Sebelumnya, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan informasi peringatan dini tentang adanya fenomena La Nina yang melanda wilayah Indonesia sejak Agustus 2021 dan diperkirakan berkembang hingga Februari 2022.

Menurut BMKG, fenomena La Nina berdampak pada kenaikan intensitas hujan dan dapat memicu terjadinya bencana hidrometeorologi basah seperti banjir, banjir bandang, dan tanah longsor.

Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan, pada pekan pertama November 2021 beberapa wilayah Indonesia diterjang bencana hidrometeorologi.

BNPB mencatat pada periode 1 hingga 7 November 2021 sebanyak 32 kejadian banjir yang melanda beberapa wilayah Indonesia. Bencana tersebut menyebabkan korban meninggal dunia sebanyak sembilan orang dan hilang sebanyak dua orang. Sedangkan rumah rusak dengan kategori sedang hingga berat mencapai 295 unit. [vn]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita