GELORA.CO - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sempat meminta sebagian jurnalis dan pengunjung sidang untuk keluar dari ruang persidangan. Hal itu terjadi saat sidang lanjutan kasus Unlawful Killing Laskar FPI dengan agenda pemeriksaan saksi, Selasa (2/11/2021).
Dalam persidangan ini, sempat terjadi perdebatan antara majelis hakim dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) soal saksi yang akan memberikan kesaksian. JPU tetap pada pendiriannya agar saksi diperiksa secara daring meski ada tujuh saksi yang telah hadir secara langsung di lokasi.
Hakim anggota, Suharno mengatakan, awak media yang boleh mengikuti jalannya persidangan di dalam ruangan hanya sebagian. Sisanya, diminta keluar dari ruang sidang dengan alasan protokol kesehatan.
"Perlu kami sampaikan pada pengunjung sidang maupun saudara kami dari media perlu diketahui untuk kita memperhatikan protokol kesehatan. Di ruang sidang ini disediakan sesuai dengan kursi yang ada. Yang tidak dapat kursi silakan untuk keluar dan untuk media nanti perwakilan di dalam," kata Suharno.
Tidak lama berselang, petugas dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mendatangi sebagian jurnalis untuk keluar dari ruang sidang. Suharno kemudian kembali berbicara karena masih mendapati pengunjung dan awak media yang berada di ruang sidang.
"Di sebelah kanan masih ada apakah masih kurang mendengar suara saya. Kalau belum mendengar suara saya, ada petugas kami yang mendampingi bapak ibu semuanya untuk memberi tahu atau mungkin suata saya kurang keras?" tegas dia.
Hakim-Jaksa Debat
Pantauan Suara.com, majelis hakim membuka jalannya persidangan pada pukul 10.30 WIB. Adapun sidang kali ini masih berlangsung di ruangan yang sama, yaitu Ruang Utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Semula, Jaksa Penuntut Umum (JPU) merasa keberatan lantaran tujuh orang saksi yang sedianya memberikan keterangan berada di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sebab, sesuai dengan panggilan dan penetapan majelis hakim, para saksi harus memberikan keterangan secara online.
Dengan demikian, JPU meminta para saksi untuk menuju ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Di sana, barulah mereka bisa memberikan kesaksian secara virtual.
"Oleh karena aitu kami menunggu saksi hadir di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan," kata JPU.
Keberatan JPU lantaran pada sidang pekan lalu, tim kuasa hukum kedua terdakwa meminta agar saksi di hadirkan secara langsung di ruang sidang. Hal itu turut menjadi pertimbangan majelis hakim sebelum sidang di tutup.
Kembali ke sidang hari ini, satu saksi berada di Kejasaan Negeri Jakarta Selatan. Sedangkan, tujuh saksi lain berada di lokasi.
Atas hal itu, majelis hakim mengambil sikap untuk tidak memeriksa semua saksi yang dihadirkan. Kata hakim, mungkin empat orang saksi dahulu yang akan dimintai keterangan.
"Dengan melihat seperti ini majelis akan mengambil sikap bahwa persidangan ada offline tidak terbatas saksinya tidak sebanyak yang penuntut umum hadirkan, mungkin empat dulu dan nanti tetapi satu-satu," kata ketua majelis hakim M. Arif Nuryanta.
Merespons hal itu, JPU tetap keberatan kalau saksi yang diperiksa sebagaian secara online, sebagian lainnya secara offline. Mereka, tetap merujuk pada surat penetapan yang sudah ada.
"Untuk hari ini kami tegaskan kami tetap pada surat penetapan panggilan. Mohon maaf atas keberatan kami ini dan mohon di catat alam berita acara sidang," papar JPU.
Alhasil, majelis hakim mengambil keputusan kalau saksi yang diperiksa hanya satu orang yang berada di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Kekinian, satu saksi bernama Saifullah, penyidik dari Bareskrim Polri tengah memberikan kesaksian.
Didakwa Pasal Pembunuhan
Dalam surat dakwaan yang dibacakan, terdakwa Briptu Fikri dan Ipda Yusmin didakwa melakukan tindakan penganiayaan yang mengakibatkan kematian secara bersama-sama. Dalam kasus ini, total enam eks Laskar FPI tewas tertembus timah panas.
Atas hal itu, jaksa menyatakan, perbuatan Fikri Ramadhan dan M. Yusmin Ohorella merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 338 KUHP Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 Ayat (3) KUHP Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (suara)