GELORA.CO - Kabar mengejutkan datang dari Uganda. Negara di Afrika Timur tersebut dikabarkan gagal bayar utang ke China sehingga menyerahkan infrastrukturnya yakni Bandara Internasional Entebbe.
Uganda bukanlah satu-satunya negara yang terjerat utang dengan China. Beberapa negara juga mengalami nasib serupa sehingga mesti menerima konsekuensinya.
Berikut daftarnya seperti dirangkum detikcom, Senin (29/11/2021):
1. Sri Lanka
Dalam pemberitaan detikcom 2018 lalu, Sri Lanka merelakan pelabuhan dan bandara miliknya dikelola oleh China. China diketahui membiayai proyek pelabuhan Hambantota yang terletak di pantai Selatan Sri Lanka melalui bantuan utang sebesar US$ 1,5 miliar. Bantuan tersebut diberikan pada tahun 2010.
Namun, pada 2017 Sri Lanka harus merelakan pelabuhan tersebut kepada China karena tidak mampu membayar utangnya. Keputusan tersebut dilakukan dengan menandatangani kontrak untuk melayani perusahaan milik negara China selama 99 tahun.
Pasalnya, kala itu Sri Lanka tercatat memiliki utang sebesar US$ 8 miliar kepada China. Bila dihitung, untuk membayar utang luar negeri kepada China dan negara lain akan menghabiskan 94% dari produk domestik bruto (PDB) Sri Lanka.
Analis Senior di Australian Strategic Policy Institue, Malcolm Davis menilai langkah China mengambil alih pelabuhan tersebut menguntungkan. Sebab dengan begitu China bisa memiliki keuntungan untuk mengekspor barang ke India lebih mudah.
"Pelabuhan itu tidak hanya menjadi jalur yang strategis ke India bagi China, tetapi juga memberi China posisi yang menguntungkan untuk mengekspor barang-barangnya ke dalam lingkup ekonomi India, sehingga mencapai sejumlah tujuan strategis dalam hal itu," jelasnya.
2. Zimbabwe
Peneliti di Institute dor Fevelopment of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufikurahman mengungkap, beberapa negara utang untuk membangun infrastruktur. Negara tersebut antara lain Angola, Zimbabwe, Nigeria, Sri Lanka, Korea Selatan, Jepang, dan China.
Dia mengatakan utang yang menjadi penopang pembangunan infrastruktur di negara tersebut nampaknya tidak semua memberikan hasil positif. Ada beberapa negara di antaranya justru berujung pada kegagalan alias bangkrut.
"Jadi ada bad story dan success story. Yang bad story itu Angola, Zimbabwe, Nigeria, Pakistan dan Sri Lanka," katanya, 21 Maret 2018.
Memang, utang tersebut tak melulu digunakan untuk melakukan pembangunan infrastruktur. Seperti diketahui, sejak 1998, Zimbabwe mengirim pasukan dan membeli peralatan dari China untuk membantu Presiden Laurent Kabali melawan pemberontak Uganda dan Rwanda.
Untuk membiayai semua aktivitas tersebut, Zimbabwe harus berutang kepada China dengan akumulasi nilai hingga mencapai US$ 4 juta atau Rp 54,8 triliun (kurs Rp 13.700).
Namun, akibat tak bisa mengelola utangnya dengan baik, Zimbabwe tidak bisa membayar utang dan akhirnya harus mengikuti keinginan negeri tirai bambu tersebut dengan mengganti mata uangnya menjadi yuan sebagai imbalan penghapusan utang. Hal itu berlaku sejak 1 Januari 2016 setelah tidak mampu membayar utang jatuh tempo pada akhir Desember 2015.
3. Nigeria
Kegagalan atau bangkrut juga dirasakan Nigeria di mana model pembiayaan melalui utang yang disertai perjanjian merugikan negara penerima pinjaman dalam jangka panjang. China mensyaratkan penggunaan bahan baku dan buruh kasar asal China untuk pembangunan infrastruktur di Negeria.
"Mereka membangun proyek infrastrukturnya lewat utang, akhirnya mereka tidak bisa bayar utang. Banyak beberapa negara, di antaranya Angola mengganti nilai mata uangnya. Zimbabwe juga," ujar dia.
4. Uganda
China diduga telah mengambil alih Bandara Internasional Entebbe Uganda di Afrika Timur. Hal itu dilakukan karena pemerintah Uganda dikabarkan gagal bayar utang ke China.
Dikutip dari Economic Times, Senin (29/11/2021), Pemerintah Uganda telah mendapatkan pinjaman dari Bank Exim China sebanyak US$ 207 juta untuk memperluas Bandara Internasional Entebbe.
Pinjaman tersebut memiliki jangka waktu 20 tahun termasuk masa tenggang tujuh tahun. Pembayaran utang itu tersendat karena kabarnya pihak bandara tengah krisis.
Meski demikian, Presiden Uganda, Yoweri Museveni kabarnya telah mengirim delegasi ke China untuk negosiasi ulang utang. Namun, ini bukan pertama kalinya Uganda menegosiasikan utang. Pada Maret 2021, Uganda juga pernah melakukan hal serupa. [detik]