Oleh: Dahlan Iskan*
HANYA Presiden Jokowi yang tahu: mengapa Jenderal Andika Perkasa yang dipilih menjadi Panglima TNI. Tentu ada pertimbangan yang sangat penting. Sampai hak prerogatif itu digunakan presiden tidak seperti biasanya.
Memang tidak ada hukum yang dilanggar. Hanya saja mungkin ada yang sudah telanjur berharap: kali ini Jenderal TNI-AL lah yang mendapat giliran menjadi Panglima TNI.
Sejak reformasi, jabatan Panglima TNI memang digilir: TNI-AD, TNI-AU, TNI-AL. Tapi itu hanya tradisi baru. Yang tidak diformalkan dalam peraturan atau UU. Tentu tidak mungkin juga diformalkan. Yang berarti akan membatasi hak prerogatif presiden.
Presiden Jokowi sebelumnya juga pernah menggunakan hak prerogatif yang tidak sesuai tradisi bergilir. Yakni ketika Jenderal Moeldoko digantikan oleh Jenderal Gatot Nurmantyo.
Sama-sama dari angkatan darat.
Berarti, sejak reformasi, TNI-AL sudah dua kali menjadi Panglima TNI (Laksamana Widodo AS dan Laksamana Agus Suhartono. Bahkan Panglima TNI pertama setelah reformasi adalah TNI-AL.
Setelah pensiun, Laksamana Widodo AS terjun ke politik. Sedang Laksamana Agus tidak.
TNI-AU juga dua kali menjadi Panglima TNI (Marsekal Djoko Suyanto dan Marsekal Hadi Tjahjanto sekarang ini). Marsekal Djoko Suyanto lantas menjadi Menko Polhukam di periode kedua Presiden SBY. Dua orang itu punya hobi sama: menyanyi. Bahkan Marsekal Djoko Suyanto sering menyanyikan lagu-lagu rock. Sedang bagaimana Marsekal Hadi Tjahjanto belum diketahui karena belum pensiun.
Panglima TNI dari TNI-AD empat orang (Jenderal Endriartono Sutarto, Jendreal Joko Santoso, Jenderal Moeldoko, dan Jenderal Gatot Nurmantyo).
Empat-empatnya, setelah pensiun, terjun ke arena politik-langsung maupun tidak langsung. Yang paling nyata adalah Moeldoko dan Gatot Nurmantyo.
Panglima bergilir itu dimaksudkan sebagai koreksi atas apa yang terjadi selama Orde Baru. Yang TNI-AD dianggap terlalu dominan.
Saya pernah juga mendengar wacana ini: bahwa bergilir itu perlu tapi jangan dibuat rata. Dalam putaran, TNI-AD dua kali, TNI-AL dan TNI-AU satu kali.
Anda sudah tahu: selama Orde Baru Panglima TNI selalu dijabat oleh TNI-AD.
Intinya, semua itu tidak bisa mengalahkan hak prerogatif presiden.
Kalau memang TNI-AD perlu dua kali dalam satu putaran, berarti pengangkatan Jenderal Andika ini tidak istimewa. Tapi kalau seharusnya sekarang ini giliran TNI-AL, berarti memang ada pertimbangan khusus.
Itu yang hanya Presiden Jokowi sendiri yang tahu.
Jenderal Andika tinggal satu tahun lagi masa dinas aktifnya. Bulan depan usianya sudah 57 tahun (lahir 21 Desember 1964). Di zaman Orde Baru sering terjadi: masa dinas aktif Panglima
TNI (ABRI) diperpanjang. Tapi itu tidak pernah terjadi lagi setelah zaman reformasi.
Dengan demikian pada saat Jenderal Andika pensiun kelak, masa dinas aktif Laksamana Yudo Margono juga tinggal satu tahun.
Maka meski tidak jadi naik ke jabatan Panglima TNI, rasanya Yudo Margono akan tetap menjabat Kepala Staf TNI-AL. Apakah kelak ia akan mendapat giliran menjadi Panglima TNI, itulah yang krusial. Pada saat itu nanti masa dinas aktifnya tinggal 1 tahun (ia lahir di Madiun utara 26 November 1965, dari orang tua yang petani).
Meski hanya akan menjabat selama 1 tahun dan 1 bulan, posisi baru Jenderal Andika ini tetap sangat penting. Terutama kalau dikaitkan dengan tangga karir sipil berikutnya. Jenderal Andika sangat populer. Termasuk sangat disenangi di kalangan ibu-ibu. Juga dipuja di kalangan minoritas.
Kegantengannya, kegagahannya, kecendekiaannya, dan perjalanan karirnya memang serba memikat. Bisa mengingatkan orang pada sosok awal pemunculan Pak SBY. Bahkan ini lebih dari itu: sudah bintang 4, sudah doktor, sudah Panglima TNI-yang belum dicapa SBY di kala itu.
Disukai ibu-ibunya bisa sama. Intelektualnya bisa sama. Pendidikan Amerikanya sama. Jenderal Andika lebih perkasa. Lihatlah lengan atasnya. Atau dadanya. Begitu perkasa. Bahkan orang juga akan menyejajarkan Ny. Diah Erwiany-atau lebih dikenal dengan Hetty Perkasadengan Ny. Ani Yudhoyono. Baik kecantikannya, kecerdasannya maupun penampilannya di bidang sosial. Orang menilai SBY-Ani itu serasi sekali. Pun Andika-Hetty. Daya tarik dua pasangan itu bisa disejajarkan.
Juga ini: SBY adalah menantu jenderal terkemuka, Sarwo Edhi Wibowo. Andika adalah menantu jenderal top, Hendropriyono.
Maka saya melihat Jenderal Andika akan menjadi bintang baru dalam peta calon presiden akan datang. Tentu kalau tidak terpeleset dalam jabatan barunya itu. Atau, kalau tidak ada gerakan tiga periode yang masif. (*)