GELORA.CO - Beberapa hari terakhir ini, penyelenggaraan gelaran balapan World Superbike (WSBK) di Mandalika Nusa Tenggara Barat (NTB) tengah jadi perbincangan hangat. Tak hanya soal balapan, beberapa peristiwa menarik juga ramai dibicarakan seputar acara tersebut.
Salah satu yang sedang jadi buah bibir ialah ihwal warga yang membuka warung di dalam kawasan Sirkuit Mandalika. Warga tetap berjualan karena tanah tempat mereka mendirikan warung belum dibebaskan oleh Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC).
Pemandangan warga yang berjualan di luar lapak yang telah disediakan tidak hanya ada di dalam Kawasan sirkuit. Pemandangan tersesbut juga dijumpai di areal Masjid Nurul Bilad yang juga masih dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika.
Tempat ini juga menjadi salah satu faktor pendukung penyelenggaran balapan di Sirkuit Mandalika. Areal masjid ini menjadi salah satu titik pemberangkatan penonton sebelum ke dalam sirkuit.
Dikenal dengan istilah areal parkir barat. Selain itu, lokasi ini juga jadi salah satu tempat pelaksanaan tes swab antigen dan PCR bagi penonton.
Terdapat puluhan lapak yang disipakan pihak ITDC bagi warga yang hendak berjualan di lokasi tersebut. Lapak itu dibagi dua tempat yang diperuntukkan untuk pelaku usaha kuliner dan souvenir.
Saat pelaksanaan event WSBK pada 19 sampai dengan 21 November, lokasi ini juga mulai menunjukkan geliat ekonominya. Hanya saja, masih terlihat beberapa lapak yang masih kosong khususnya yang diperuntukkan bagi pengusaha kuliner.
Hal ini bukan berarti tidak ada pengusaha kuliner yang hendak berjualan di sana. Melainkan beberapa warga memilih untuk berjualan di emperan dan di bagian jalan.
Ibu Rianim (40) jadi salah seorang warga yang memilih berjulan di emperan lapak. Dalam keterangannya, ia mengaku tidak berjualan di lapak yang telah disedikan karena tak mampu membayar sewa.
“Kami tak ada uang untuk sewa Pak,” kata perempuan asal Dusun Peluk, Desa Sade tersebut Minggu (21/11/2021).
Ia mengakui bahwa pilihan ia salah. Ia juga siap menutup dagangannya jika memang diminta petugas.
“Kalau disuruh bubar, saya akan pulang, belum rezeki,” ujarnya.
Tona (35) warga yang berjualan di lapak milik ITDC tidak membenarkan apa yang disampaikan Rianim. Ia tidak sepakat soal adanya uang sewa.
“Untuk saat ini kita tidak menyewa, tapi ke depan aka ada dan besarannya kami belum tahu,” kata pengusaha kuliner yang sebelumnya berprofesi sebagai pemandu wisata ini.[suara]