GELORA.CO - Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria angkat bicara soal rencana menjual aset di Jakarta untuk ibu kota negara yang baru. Ia mengaku akan mendukung sepenuhnya keputusan tersebut jika memang harus terjadi.
Riza mengatakan, nantinya hal ini akan ia koordinasikan dengan pemerintah pusat. Apa yang jadi persiapan untuk ibu kota negara baru akan melibatkan Jakarta.
"Terkait hal itu nanti kami akan koordinasikan jadi memang sesuai degan keputusan nanti kan ibu kota DKI akan dipindah ke Kalimantan," ujar Riza di Johar Baru, Jakarta Pusat, Selasa (30/11/2021).
Nantinya ketika ada keputusan soal aset apa saja yang akan dipakai atau dijual, Riza menyebut pihaknya akan mematuhinya.
"Nanti tentu akan ada penyesuaian-penyesuaian termasuk nanti menyikapi aset-aset yang ada di DKI Jakarta," katanya.
Ia pun menyebut akan melakukan pencatatan atau inventarisir terhadap aset di Jakarta. Selanjutnya, akan ditentukan juga pemanfaatannya termasuk untuk ibu kota negara yang baru.
"Tidak hanya kita data kita inventarisin tapi yang paling penting gimana kita bisa memanfaatkan aset tersebut sebagaimana."
Sebelumnya, pemerintah terus menggenjot pembangunan ibu kota negara baru di Kalimantan Timur. Setelah penentuan lokasi, pemerintah terus menggelontorkan anggaran untuk pembangunan ibu kota baru Indonesia tersebut.
Salah satu yang dilakukan pemerintah adalan mengoptimalkan sejumlah aset negara di DKI Jakarta.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI akan mengoptimalisasi sejumlah aset negara di Jakarta. Nilainya Rp 1.000 triliun.
Semua aset ini akan dijual atau dikerjasamakan. Saat ibu kota negara pindah ke Kalimantan Timur.
"Uangnya nanti akan digunakan untuk pembangunan di ibu kota negara baru," kata Direktur BMN DJKN Kemenkeu Encep Sudarwan dalam media briefing di Jakarta, Jumat 26 November 2021.
Menurut dia, optimalisasi aset negara di Jakarta itu tak hanya dilakukan melalui penjualan saja, namun bisa juga melalui kerja sama dengan jangka waktu sekitar 30 tahun.
Aset negara di Jakarta antara lain meliputi tanah dan bangunan, sehingga sedang dipilah mana aset yang bisa dimonetisasi nantinya.
"Tapi tidak terburu-buru, kami harus mengatur terlebih dahulu," ujar Encep.
Jika optimalisasi terburu-buru, ia menilai harga aset negara di Jakarta kemungkinan akan menjadi rendah, sehingga pihaknya tak mau menganggu pasar.
Kemenkeu mencatat aset negara pada 2020 mencapai Rp11.098,67 triliun, yang di antaranya sebesar Rp 6.595,77 triliun berupa barang milik negara (BMN) seperti tanah, gedung, bangunan, dan sebagainya.
Adapun nilai BMN selama 10 tahun terakhir rata-rata mengalami kenaikan, tetapi khusus pada 2013 terjadi penurunan nilai BMN karena penerapan penyusutan pertama kali dengan nilai Rp387 triliun sebagai pengurang aset tetap. [suara]