GELORA.CO - Utang selalu menjadi pembahasan yang menarik. Apalagi saat utang kian menggunung dan masyarakat ramai-ramai menyalahkan pemerintah.
Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo, mengatakan tidak masalah dan sah-sah saja publik mengkritik pemerintah terkait utang.
Namun, ia menekankan bahwa pemerintah terus menarik utang juga disebabkan oleh banyak masyarakat malas membayar pajak. Sehingga penerimaan tak cukup untuk membiayai belanja negara.
"Mentalitas emoh utang, ogah bayar pajak itu tidak boleh ada. Jadi kalau nggak mau utang, konsekuensinya bayar pajak. Tapi kalau nggak mau dua-duanya ya bubar republik ini," ujarnya, Kamis (4/11/2021).
Menurutnya, dalam hal utang ini, tidak bisa hanya menyalahkan pemerintah atau menilai kebijakan yang dibuat salah. Sebab, masyarakat juga harus paham mengenai kenapa pemerintah harus melakukan utang.
"Ini pentingnya membangun kesadaran. Dua kaki penting. Sistem pajak adalah otoritas kuat akuntabel kredibel. Kaki satunya kesadaran sukarela bayar pajak. Jadi harus dimaintain dua-duanya," imbuhnya.
Selain itu, ia menyebutkan masyarakat juga harus melihat bahwa saat utang naik, di sisi lain aset negara juga terus bertambah setiap tahunnya. Per akhir 2020 aset pemerintah tercatat di atas Rp 11 ribu triliun.
"Aset pemerintah sekarang sudah di atas Rp 11 ribu triliun. Dua kali dari nilai utang pemerintah, tapi seolah aset tidak bertambah, hanya utang yang bertambah dan tidak dilihat produktivitasnya," kata dia.
Lanjutnya, bahkan pemerintah berhasil menurunkan rasio utang setiap tahunnya. Kecuali pada pandemi Covid-19 ini memang naik karena perekonomian yang tertekan sangat dalam, sedangkan di satu sisi belanja naik tajam untuk membantu masyarakat.
"Pemerintah berhasil menurunkan rasio utang dari sangat tinggi menjadi di bawah 30%. 7 tahun terakhir bisa dijaga di bawah 30%, hanya karena covid secara proporsi nambah 8%, tapi belanja publik luar biasa," tegasnya. [cnbc]