GELORA.CO -Seorang komisaris ikut bertanggung jawab atas kinerja perusahaan tempatnya berada. Begitu juga dengan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang kini menjadi Komisaris Utama PT Pertamina.
Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mulyanto menilai, Ahok sudah semestinya bisa membantu perusahaan plat merah mencari jalan keluar dari masalah yang dihadapi. Bukan justru memperkeruh suasana dengan bicara sembarangan.
Keberadaan Komisaris Utama (Komut) sedianya dapat meningkatkan pengawasan dan mendorong kinerja perusahaan agar lebih baik.
"Ahok harusnya paham dengan sistem tanggung renteng dalam pengelolaan perusahaan negara ini. Bukan malah bicara seolah dirinya bukan bagian dari Pertamina," katanya kepada wartawan, Selasa (30/11)
Mulyanto mengingatkan, saat ini Pertamina punya tugas berat untuk menekan impor BBM termasuk gas LPG, yang selama ini menyumbang signifikan bagi defisit transaksi perdagangan, khususnya sektor migas.
Demikian pula Pertamina harus melaksanakan transformasi pemanfaatan energi fosil menjadi energi yang lebih bersih melalui strategi transisi energi.
"Jadi ketimbang bising di media atau berpolemik dengan kementerian BUMN, yang merupakan induknya, Ahok lebih baik fokus mendorong pembangunan kilang GRR Tuban," ujar Politikus PKS ini.
Hampir 25 tahun sejak pengoperasian RU (Refinery Unit) VII Kasim di Papua tahun 1997, maka praktis tidak ada pembangunan kilang baru Pertamina.
Pertamina berencana menambah 2 kilang baru, yakni Kilang GRR Tuban dengan kapasitas terpasang 300 ribu bph (barel per hari) dan Kilang Bontang. Namun realisasinya belum meyakinkan. Pembangunan Kilang Tuban terus molor, Sedang pembangunan Kilang Bontang dibatalkan.
Dari total 6 buah kilang yang ada dihasilkan BBM sebanyak 850 hingga 950 ribu bph.
Dengan kebutuhan BBM hari ini yang sebesar 1,6 juta barel, maka praktis kekurangannya sebesar 800 ribu bph dipenuhi dari impor, yang mendominasi defisit transaksi migas kita sebesar 7 miliar dolar AD di tahun 2020. (RMOL)