MARIA NOVENA
—
GEMPANYA, kata BMKG, memang kecil. Jenis swarm, tidak berbahaya. Tapi, siapa yang mampu mengatur trauma?
Ketakutan, kepanikan, atau apa pun namanya muncul dengan sendirinya di sebagian warga Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, setelah rentetan gempa terus terjadi selama tiga hari terakhir. Susul-menyusul sampai 34 kali. Mulai Sabtu (23/10) dini hari sampai kemarin pagi pun masih terasa meski kekuatannya kian lemah.
”Intensitasnya itu yang bikin warga ketakutan,” kata Wahyu Setiawan, ketua RT 4, RW 2, Rowobajul, Pojoksari, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Karena itulah, sejak Minggu (24/10), warga Kelurahan Pojoksari memilih tidur di dua tenda darurat yang didirikan TNI. Ada 120 orang di sana, 80 di antaranya anak-anak.
Warga memang memprioritaskan ibu-ibu, anak-anak, dan lansia. Para bapak harus tetap berjaga. Sebagian juga memilih tidur di teras rumah.
Menurut Kepala Pelaksana Harian BPBD Kabupaten Semarang Heru Subroto, jenis gempa yang terjadi di Ambarawa dan sekitarnya adalah swarm. Dan, berdasar hasil koordinasi dengan BMKG, tidak berbahaya.
”Gempa swarm memang memiliki magnitudo kecil, di bawah 4 skala Richter. Cuma, intensitasnya memang sering,” ujarnya.
Menurut United States Geological Survey (USGS), swarm merupakan sebutan untuk sekelompok gempa skala kecil yang terjadi hampir bersamaan tanpa adanya satu guncangan utama (main shock). Gempa semacam itu biasanya sering terjadi di wilayah pegunungan.
Data BMKG menyebutkan bahwa terjadi total 24 gempa pada Sabtu lalu, kemudian 9 gempa pada Minggu, dan terakhir 1 gempa kemarin. Dengan magnitudo bervariasi mulai M=2,1 dan maksimal M=3,5.
”Ini sudah luruh. Mudah-mudahan pertanda baik,” kata Koordinator Mitigasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono di Jakarta kemarin (25/10).
Menurut Daryono, aktivitas gempa swarm itu dipicu sesar aktif Merbabu-Merapi-Telomoyo. Satu sesar aktif lainnya di wilayah tersebut adalah sesar Rawa Pening.
Meski kecil, rentetan swarm itu tetap meninggalkan jejak kerusakan pada sejumlah bangunan. Rumah Sakit dr Gunawan Mangunkusumo (RSGM) Ambarawa, misalnya, sampai harus mengevakuasi 96 pasien.
”Pasien yang dirawat di lantai 2 segera kami evakuasi ke lantai 1 dari Sabtu lalu. Kami juga belum tahu tingkat keamanannya (bangunan, Red). Masih menunggu kabar dari PU (dinas PUPR),” kata Dirut RSGM Ambarawa Hasti Wulandari kepada Jawa Pos Radar Semarang sambil menunjukkan dinding yang retak-retak.
Bangunan yang mengalami retak parah adalah ruang bugenvil yang empat tahun lalu selesai direnovasi. ”Dua pasien Covid-19 kami evakuasi ke Rumah Sakit dr Gondo Suwarno Ungaran,” lanjutnya.
Dia juga menceritakan, saat gempa terjadi, beberapa pasien panik. Itu pula yang mendorong pihaknya mengevakuasi seluruh pasien di ruang bugenvil.
”Kerusakannya memang retakan kecil, tapi hampir di seluruh ruangan. Pilar ruang kantor bidang sarana-prasarana juga ada retakan,” jelasnya.
Total ada delapan kecamatan di Kabupaten Semarang yang terkena dampak gempa. Lindu yang sama dirasakan wilayah tetangga, Kota Salatiga.
Camat Ambarawa Harnoto mengatakan, selain rumah sakit, ada beberapa bangunan rumah warga yang mengalami retak-retak kecil. Di Kecamatan Jambi, terdapat pula dua bangunan milik warga yang mengalami retak. Di Kecamatan Banyubiru, ada satu rumah warga yang retak pada dinding dan lantai dapur.
Sementara itu, BPBD menyebut hingga kemarin terdapat 33 rumah yang mengalami keretakan pada bagian dinding. Tim BPBD terus mengecek laporan yang masuk tersebut. ”Sehingga kalau perlu perbaikan, bisa langsung ditindaklanjuti. Kalau struktur bangunan kuat, insya Allah aman,” katanya.
Tempat pengungsian sementara warga di Kelurahan Pojoksari kemarin juga ditinjau langsung oleh Kapolda Jateng Irjen Pol Ahmad Luthfi. ”Warga di sini kekurangan apa? Kalau ada apa-apa, bisa hubungi Kapolres,” ujarnya dalam dialog dengan warga setelah sebelumnya bertepuk tangan bersama anak-anak yang menyambutnya.
”Gimana, enak di sini atau di rumah?” tanyanya lagi, disambut tawa warga.
Guyonan Kapolda itu membuat cair suasana sehingga memancing warga untuk berdialog lebih lama. Kapolda memberikan motivasi dan hiburan agar warga bersabar setelah kampungnya diguncang lindu. Sembari juga menyerahkan bantuan bahan makanan pokok dan bingkisan.
”Kunjungan ini termasuk untuk mengecek penerapan prokes. Biddokkes polda bersama TNI dan pemda akan terus melakukan pemantauan,” papar Luthfi.
Untuk kepentingan warga di pengungsian, lanjut Luthfi, dapur umum milik Polri dan TNI sudah disiapkan guna mengantisipasi kejadian susulan. ”Kami berdoa supaya tidak ada gempa susulan,” ungkapnya.
Sementara itu, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menyebutkan, pihaknya terus memantau perkembangan pergerakan tanah. Disinggung mengenai dampak gempa, Ganjar belum mendapatkan laporan.
Ganjar juga mengingatkan seluruh bupati dan wali kota terkait dengan mitigasi bencana. Menurut dia, musim hujan telah tiba sehingga seluruh pimpinan di tingkat kabupaten dan kota diminta siaga terkait dengan potensi bencana. ”Potensi longsor dan bencana lain di tempat-tempat tertentu juga ada,” ucapnya.
Belum diketahui pasti sampai kapan warga bertahan di pengungsian. Bisa jadi sampai efek lindu sekecil apa pun tak lagi terasa. ”Setidaknya di sini (tenda) mereka lebih tenang. Sebelumnya pada panik, bingung sendiri,” kata Wahyu.