Tragis, PMI asal Lampung Timur Tewas di Hotel saat Jalani Karantina COVID-19 di Taiwan

Tragis, PMI asal Lampung Timur Tewas di Hotel saat Jalani Karantina COVID-19 di Taiwan

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Nasib nahas menimpa pekerja migran Indonesia (PMI) asal Lampung Timur Nurningsih (50). 

Nurningsih, warga Dusun VI, Desa Tanjung Intan, Kecamatan Purbolinggo, Lampung Timur, meninggal di Taiwan pada Juni 2021.

Kematian Nurningsih terbilang cukup tragis. Pasalnya PMI asal Lampung Timur ini tewas saat menjalani karantina di hotel di Taiwan. Hotel tempat ia dikarantina kebakaran.

Asap mengepul membuat Nurningsih kesulitan mendapat oksigen. Ia pun meregang nyawa di dalam kamar karantina. Setelah melalui perjuangan panjang, jenazah Nurningsih tiba di kampung halamannya di Lampung Timur, Sabtu (23/10/2021).

"Ibu meninggal di hotel di Taiwan sana, karena hotelnya kebakaran. Sebenarnya ibu mau pulang ke Indonesia tapi dikarantina lebih dulu karena katanya terpapar Covid 19," awal cerita yang dilontarkan Riki Nugroho, anak Nurningsih.

Riki yang duduk didampingi ayah dan pamannya mulai menceritakan peristiwa sebelum ibunya meninggal. Menurutnya pada 29 Juni 2021, Nurningsih sempat melakukan komunikasi melalui WhatsApp dengan menggunakan video Call.

Inti percakapannya bahwa Ningsih akan pulang ke Indonesia namun harus dikarantina karena terpapar Covid 19.

Pada 30 Juni 2021, keluarga mendapat kabar buruk dari agency bahwa hotel tempat Nurningsih menjalani karantina, kebakaran. Kebakaran hotel tersebut mengakibatkan Pekerja Migran Indonesia tersebut meninggal dunia.

"Kalau informasi yang kami terima, hotel yang terbakar di lantai 2 dan 3, sementara ibu saya ada di lantai 8. Katanya ibu kehabisan oksigen karena kamar hotel tempat ibu di karantina dipenuhi asap," kata Riki dengan nada tersengal sedih.

Sementara itu, Edy Supanto yang masih keluarga korban menjelaskan, birokrasi pemulangan jenazah ibu dua anak itu cukup pelik dengan alasan di tengah pandemi Covid 19. Butuh waktu 113 hari bagi pihak keluarga untuk memulangkan jenazah Nurningsih.

"Bahkan informasi awalnya dari agency, almarhumah kakak saya ini akan dikremasi di sana. Mendengar itu keluarga menolak keras, tetap dalam pendirian agar jenazah dipulangkan meskipun butuh waktu lama," terang Edy Supanto.

Edy mengakui perjuangan kakaknya sebagai pekerja migran cukup luar biasa. Demi memperbaiki ekonomi keluarga, Nurningsih rela meninggalkan suami, anak-anak dan keluarga di Lampung Timur.

Nurningsih berangkat ke Taiwan menjadi PMI pada tahun 2010. Sejak itu ia tidak pernah pulang ke kampung halamannya di Lampung Timur. 

Setelah 11 tahun tak pulang, baru pada tahun 2021 ini Nurningsih ingin melepas rindu dengan keluarga di Lampung Timur.  Namun takdir berkata lain. Nurningsih tewas sebelum bertemu keluarga yang lama ia tinggalkan. 

"Bisa dibayangkan dari 2010 meninggalkan keluarga suami dan anak anak, setelah 11 tahun tidak bertemu dan akan pulang untuk kumpul bersama keluarga justru ajal menjemputnya," ucap Edy Supanto.

Lampung Timur Penyalur PMI tertinggi se Provinsi Lampung

Data dari Kepala UPT Badan BP2MI Bandar Lampung, Ahmad Salabi, tercatat tiga tahun terakhir, Kabupaten Lampung Timur adalah pemasok terbanyak PMI ke luar negeri dari seluruh kabupaten/kota di Lampung. 

Pada 2019, PMI asal Provinsi Lampung sebanyak 13.720 yang bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT), 7.781 bekerja di perusahaan. Dari jumlah tersebut warga Lampung Timur yang menjadi PMI sebanyak 4.868 (PRT) dan 3.213 (perusahaan).

Pada 2020, PMI asal Provinsi Lampung tercatat 6.308 (PRT) dan 2.897 bekerja di perusahaan. Dari jumlah tersebut warga asal Lampung Timur, tercatat 2.432 (PRT) dan 1.293 (perusahaan).

Pada 2021 tercatat PMI Provinsi Lampung 2.477 (PRT), 688 (perusahaan) sementara warga Lampung Timur tercatat, 915 (PRT) dan 325 (perusahaan).

"Dari catatan kami Lampung Timur selalu menjadi pengirim PMI terbesar se Provinsi Lampung, dengan negara tujuan rata rata, Taiwan, Hong Kong, Singapura dan Malaysia," kata Ahmad Salabi.

Alasan menjadi PMI, persoalan ekonomi

Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Serikat Pekerja Migran Indonesia (SPMI) Winarti, mengatakan alasan utama menjadi PMI untuk memperbaiki taraf ekonomi.

Menurutnya para pekerja migran rata rata memiliki latar belakang pendidikan rendah. Artinya dengan pendidikan rendah seperti SD atau SMP, untuk mencari pekerjaan cukup susah apalagi menyangkut upah besar.

Sementara menjadi PMI memiliki harapan besar untuk perbaikan ekonomi, karena upah kerja di luar negeri jika di nominal kan dalam bentuk rupiah nilainya cukup besar. Dalam satu bulan tidak kurang dari Rp 6 juta.

"Bisa di bayangkan satu bulan gaji minimal 6 juta hanya sebagai buruh upahan rumah tangga, sementara bekerja upahan di indonesia belum tentu sampai 2 juta," kata Winarti.

Risiko menjadi PMI cukup besar. Konsekuensi yang dialami harus jauh dari keluarga sementara kontrak kerja minimal 3 tahun. Risiko lain sering terjadi perceraian rumah tangga, ketidakharmonisan dalam menjalin rumah tangga hingga kematian di luar negeri.

"Peran pemerintah cukup besar, harus maksimal dalam memberikan penyuluhan kepada masyarakat, terkait risiko menjadi PMI. Tujuannya bukan menakuti tapi untuk menyiapkan mental," ucap Winarti.

Kata Winarti, dalam kurun waktu 5 bulan terakhir, tercatat ada tiga PMI asal Lampung Timur meninggal di tempat kerjanya dengan persoalan berbeda beda.

"Lima bulan sudah tercatat tiga PMI asal Lampung Timur meninggal. Menurut informasi, latar belakang status legalitasnya berbeda beda. Ada yang kabur belum habis kontrak, ada yang dari awal berangkat sudah tidak resmi dan ada pula yang statusnya resmi," imbuh Winarti.[suara]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita