GELORA.CO -Setelah muncul Facebook Papers beberapa waktu lalu, nama sang CEO, Mark Zuckerberg tidak ada habisnya dikritik oleh banyak pihak, tidak terkecuali mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Sebuah pernyataan melalui email yang dikirim Trump untuk para pendukungnya menyoroti analisis The Foundation for Government Accountability (FGA) terkait sumbangan Zuckerberg ke kantor pemilihan umum (KPU) pada tahun lalu.
Disebutkan, salah satu orang terkaya di dunia itu menyumbang 400 juta dolar AS atau setara dengan Rp 5,6 triliun kepada KPU di beberapa daerah.
Sumbangan itu dinilai ilegal lantaran FGA menemukan dana itu mendorong meningkatnya partisipasi Demokrat di beberapa wilayah kunci, termasuk Georgia.
"Mark Zuckerberg, menurut pendapat saya, seorang penjahat, diizinkan untuk menghabiskan lebih dari 400 juta dolar AS dan karena itu dapat mengubah jalannya Pemilihan Presiden," kata Trump dalam pernyataan yang dikutip The Independent.
Ratusan juta dolar yang disumbangkan oleh Zuckerberg dan istrinya, Priscilla Chan, tahun lalu dikatakan bertujuan untuk membantu pejabat pemilu yang berjuang untuk mendapatkan dana yang cukup untuk menerapkan tindakan pencegahan keamanan dan melibatkan pemilih dalam pemungutan suara selama pandemi Covid-19.
“Dana ini akan melayani masyarakat di seluruh negeri, perkotaan, pedesaan dan pinggiran kota, dan dialokasikan oleh organisasi non-partisan," kata Zuckerberg saat itu.
Sumbangan tersebut didistribusikan untuk pembelian masker dan sarung tangan untuk pekerja dan untuk peralatan tambahan untuk membantu petugas pemilihan memilah dan memproses surat suara yang masuk.
Selain persoalan pemilu, Trump juga dibuat kesal dengan Zuckerberg setelah ia ditendang dari Facebook dan Instagram usai kerusuhan di Capitol Hill pada 6 Januari. (RMOL)