GELORA.CO - Didi Mahardika, cucu Presiden RI pertama Sukarno, menyebut Sang Proklamator dibunuh.
Lalu bagaimana perawatan kesehatan Bung Karno menjelang kematiannya?
Cerita perawatan kesehatan Bung Karno di sisa hidupnya ini diungkap oleh sejarawan BRIN Asvi Warman Adam dalam tulisan berjudul 'Beda Perawatan Soeharto dengan Sukarno'. Tulisan ini terhimpun dalam buku 'Menguak Misteri Kekuasaan Soeharto' suntingan FX Baskara Tulus Wardaya.
Diceritakan dalam buku itu bahwa sejak awal 1968 Bung Karno berada dalam 'karantina politik' dan tinggal paviliun Istana Bogor. Bung Karno kemudian dipindahkan ke peristirahatan 'Hing Puri Bima Sakti' di Batutulis, Bogor.
Melihat kondisi ini, putri Bung Karno, Rachmawati, menemui Soeharto di Cendana untuk meminta agar ayahnya dipindahkan ke Jakarta. Pada awal 1969, Sukarno pindah ke Wisma Yasoo di Jalan Gatot Subroto (sekarang Museum Satriamandala).
"Sukarno mendapat perawatan seperti pasien di rumah sakit, dalam arti diukur suhu badan dan tekanan darah beberapa kali dalam sehari, serta jumlah air kencing selama 24 jam," tulis Asvi.
"Pernah ada pemeriksaan rontgen. Tidak diberikan diet khusus seperti yang dilakukan terhadap pasien gangguan ginjal. Selain itu, Bung Karno hanya dilayani oleh seorang dokter umum (dr Sularjo). Bung Karno tidak pernah mendapat penanganan khusus dari dokter spesialis," lanjutnya.
Ketika kondisi Bung Karno kritis, Prof Mahar Mardjono, guru besar Universitas Indonesia, sempat menceritakan kepada dr Kartono Mohammad bahwa obat yang diresepkannya disimpan saja di laci oleh 'dokter yang berpangkat tinggi'.
Sementara itu, menurut catatan perawat, obat yang diberikan kepada Sukarno adalah vitamin B12, vitamin B kompleks, Duvadilan, dan Royal Jelly (yang sebenarnya madu).
"Kalau sakit kepala diberi Novalgin, sesekali, kalau sulit tidur, Sukarno diberi tablet Valium," lanjutnya.
Selain itu, Asvi menjelaskan tekanan darah Bung Karno saat itu relatif tinggi, yakni 170/100. Tetapi ia tidak diberi obat untuk menurunkan tekanan darahnya itu. Juga tidak tercatat obat untuk melancarkan kencing ketika Bung Karno mengalami pembengkakan.
"Ketika kesehatan Sukarno semakin kritis, pipinya kelihatan bengkak, gejala pasien gagal ginjal, Guruh dan Rachmawati sempat memotret ayahnya. Foto itu sempat beredar kepada pers asing. Guruh dan Rachmawati kontan diinterogasi di markas CPM Guntur, Jakarta," tutur Asvi.
Bung Karno harus menanggung beban sakitnya itu sampai ia mengembuskan napas terakhirnya pada 21 Juni 1970.(detik)