PKS Tolak Usulan Pemilu 15 Mei 2024: Tak Mungkin Ada Matahari Kembar

PKS Tolak Usulan Pemilu 15 Mei 2024: Tak Mungkin Ada Matahari Kembar

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -  Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PAN, Guspardi Gaus, mengungkap alasan pemerintah mengusulkan Pemilu digelar tanggal 15 Mei 2024 karena khawatir adanya gejolak politik hingga adanya 'matahari kembar' akibat adanya presiden terpilih dan presiden definitif. 

Anggota Komisi II DPR Mardani Ali Sera mengatakan tidak mungkin ada 'matahari kembar'.

"Salah satu yang agak nyambung khawatir ada dua matahari kembar, kalau bulan Februari katakan kita selesai April atau Mei, dan dari April-Mei sampai Oktober masa jabatan itu sudah ada presiden terpilih sama presiden definitif. Nah ini khawatir... Padahal buat saya, saya yakin siappun yang terpilih jadi presiden nanti tidak akan cawe-cawe untuk gangguin Pak Jokowi," kata Mardani, dalam diskusi bertajuk Jadwal Rumit Pemilu 2024, yang disiarkan secara daring, Sabtu (9/10/2021).

"Karena Pak Jokowi by konstitusi itu berkuasa atau mendapatkan mandat sampai Oktober 2024," kata politikus PKS ini.

Sementara itu, Mardani menilai alasan pemerintah mengusulkan agar Pemilu diundur menjadi 15 Mei juga mengada-ngada. Sebab, pemerintah dikatakan alasan pengundurannya karena khawatir situasi COVID-19, padahal menurut Mardani, Pilkada 2020 dilaksanakan di masa pandemi COVID-19 serta tidak terlalu ada banyak klaster Corona.

"Nah yang saya masih belum terima alasannya terlalu naif dimundurkan karena khawatir kerumunan, khawatir nanti terlalu cepat, khawatir nanti COVID-19. Kita sudah sukses melaksanakan Pilkada 2020 bahkan itu in the middle of crissis dan tidak jadi klaster COVID-19 2020. Jadi tidak terlalu kuat untuk mundur ke bulan Mei 2024," ujarnya.

Mardani justru mendukung usulan KPU terkait penyelenggaraan Pemilu pada 21 Februari 2024. Menurutnya, KPU telah memperkirakan tahapan pemilu agar tidak bentrok dengan tahapan Pilkada yang awalnya dijadwalkan pada November 2024. Selain itu, Mardani menilai opsi Pemilu tanggal 21 Februari yang diusulkan KPU itu dinilai juga telah mempertimbangkan pengalaman Pemilu serentak pada 2019 dengan 5 kotak suara yang mengakibatkan sejumlah KPPS meninggal dunia akibat kelelahan.

"Justru opsi awal KPU itu belajar dari pemilu 2019. Ketika tadi ada 800 orang lebih meninggal, ini hajatannya super duper ini. Karena Pemilu 2019 yang ada lima kota suara menyatukan Pilpres dan Pileg ini berat. Ditambah lagi di tahun yang sama ada Pilkada serentak 2024 itu 34 provinsi plus 514 kabupaten kota. Ini berat juga dan dua pekerjaan besar di tahun yang sama buat KPU ini betul-betul bukan testing the water, tapi testing the rope. Jadi kuat nggak nih talinya, kita naik nanti jatuh ambruk semua," ujarnya.

Sebelumnya, Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PAN, Guspardi Gaus mendukung usulan pemerintah terkait jadwal pemilu serentak 15 Mei 2024. Guspardi mengatakan pemerintah mengusulkan Pemilu digelar tanggal 15 Mei 2024 karena khawatir adanya gejolak politik apabila Pilpres digelar di awal tahun, yaitu 21 Februari 2024 sesuai usulan KPU.

"Banyak hal yang disampaikan pemerintah, pertama adalah persoalan kalau seandainya di tanggal 21 Februari dilakukan Pileg dan Pilpres, utamanya Pilpres itu kan pasti akan menimbulkan gejolak politik, tidak terjadinya harmonisasi terhadap pemerintahan pusat," kata Guspardi, dalam diskusi ini.

Sebab menurut Guspardi jika Pilpres dilaksanakan pada 21 Februari, hasil Pilpresnya langsung diketahui masyarakat. Sementara Presiden Jokowi masih menjabat hingga Oktober 2024, sedangkan apabila presiden terpilih tidak didukung oleh pemerintah, maka diperkirakan akan menimbulkan kegaduhan.

"Karena apa? Karena kalau lah seandainya ketika itu pemilihan presiden tidak berlanjut pada tahap berikutnya, tentu pada saat itu sudah diketahui siapa yang akan menjadi calon presiden, kalau lah itu terjadi bagaimana pun kita tidak bisa menafikan tentu ada dua matahari ketika itu, ada yang namanya presiden incumbent, yang namanya Pak Jokowi yang beliau sudah menyatakan tidak akan maju lagi," kata Guspardi.

KPU Usul 2 Opsi Pemilu
Sebelumnya, KPU mengusulkan dua opsi berkaitan dengan waktu Pemilu 2024. Salah satu usulan KPU adalah, jika Pemilu digelar 15 Mei 2024, KPU mengusulkan Pilkada digeser ke 19 Februari 2025.

"KPU terbuka untuk mendiskusikan opsi-opsi lain sepanjang dua hal di atas terpenuhi, berdasarkan kerangka-kerangka hukum yang ada sekarang. Terkait dengan opsi-opsi tersebut, KPU mengajukan dua opsi, yakni opsi I hari-H Pemilu 21 Februari 2024 dan Pilkada 27 November 2024, serta opsi II yakni hari-H Pemilu 15 Mei 2024 dan Pilkada 19 Februari 2025," ujar komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi kepada wartawan, Kamis (7/10/2021).

"Sehubungan dengan opsi kedua ini, maka berkonsekuensi pada perlunya dasar hukum baru, karena mengundurkan jadwal Pilkada yang telah ditentukan oleh UU Pilkada (November 2024) ke bulan Februari 2025," lanjutnya.

Pramono mengatakan pada dasarnya KPU tidak terpaku pada tanggal. KPU mengatakan, yang terpenting adalah Pemilu dan Pilkada memiliki waktu yang cukup.


"Jadi KPU tidak mematok harus tanggal 21 Februari serta menolak opsi lain. Bagi KPU, yang penting adalah kecukupan waktu masing-masing tahapan, sehingga, pertama, proses pencalonan pilkada tidak terganjal oleh proses sengketa di MK yang belum selesai. Dan kedua, tidak ada irisan tahapan yang terlalu tebal antara pemilu dan pilkada, sehingga secara teknis bisa dilaksanakan, dan tidak menimbulkan beban yang terlalu berat bagi jajaran kami di bawah," ungkapnya.(detik)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita