GELORA.CO - Enam pengawal Habib Rizieq Shihab tewas dalam baku tembak dengan polisi di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek atau yang dikenal dengan unlawful killing. Dalam kasus itu Polri telah menetapkan tiga anggota Polda Metro Jaya Briptu Fikri, Ipda M Yusmin, dan Ipda Elwira Priadi Z.
Fikri dan Yusmin telah didakwa pasal pembunuhan dan penganiayaan. Sementara Elwira kasusnya dihentikan karena meninggal dunia.
Meski begitu keluarga korban merasa pengusutan kasus itu tidak boleh hanya sampai eksekutor. Ali Alatas kuasa hukum keluarga korban yang tergabung di Tim Advokasi Korban Tragedi 7 Desember 2020 mengatakan pemberi perintah eksekusi juga harus diungkap.
"Kami menuntut untuk pengungkapan tragedi KM 50 ini secara terang benderang dan tidak berhenti kepada sosok eksekutor lapangan, akan tetapi wajib juga diungkap pemberi perintah dari eksekutor lapangan tersebut sehingga benar-benar di Indonesia yang merupakan negara hukum tidak ada lagi impunitas terutama sekali oleh state actor," kata Ali dalam keterangannya, dikutip Selasa (19/10).
Ali juga menyebut kontruksi dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menunjukkan ketidakseriusan dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM. Ia juga menganggap hukum nasional tidak mampu dalam menyelesaikan kasus HAM.
"Bahwa perkembangan proses atas pelanggaran HAM atas terbunuhnya enam pengawal Habib Rizieq Syihab terutama konstruksi dakwaan JPU membuktikan bahwa adanya sikap unwilling dan mekanisme hukum nasional yang unable dalam pengungkapan pelanggaran HAM, sehingga akan menjadi pintu masuk bagi mekanisme internasional dalam upaya penegakan HAM," kata Ali. [kumparan]