GELORA.CO - Mantan Kepala Satgas Pembelajaran Antikorupsi KPK Hotman Tambunan menegaskan petugas pengamanan dalam Iwan Ismail diberhentikan karena melakukan sejumlah pelanggaran. Pertama, tugas utama Iwan adalah di ruang tahanan tapi kemudian dia naik ke lantai 10 dan masuk ke ruangan jaksa penuntut KPK.
Di sana dia memotret bendera yang dianggapnya sebagai bendera HTI. Padahal di area tersebut siapa pun dilarang melakukan pemotretan, apalagi kemudian menyebarkan foto yang dihasilkan ke orang lain.
"Pak Iwan ini sekuriti di lantai satu, yakni sekuriti lantai tahanan di KPK. Pak Iwan ini tidak punya kewenangan ke lantai 10, ruangan jaksa. Bagaimana dia bisa sampai ke sana? Tidak boleh sembarang foto di ruangannya penuntut, karena di sana banyak barang bukti," beber Hotman kepada detikcom.
Dia juga menepis anggapan Iwan seolah si pemilik bendera mirip HTI itu tak diperiksa Pengawas Internal. Selain oleh Pengawas Internal, sepengetahuan Hotman, si pemilik bendera juga diperiksa oleh institusi asalnya, yakni Kejaksaan. Terhadap si pemilik, ikut dimintai pendapat ahli dari Kementerian Agama.
"Kesimpulannya itu bukan bendera HTI. Si pemilik bendera setahu saya nonmuslim, dia Hindu. Dia kena teguran juga karena itu tengah sensitif," ujar Hotman.
Dengan demikian, kesaksian Iwan Ismail bahwa bendera HTI itu benar ada di KPK jelas keliru. Sebab, berdasarkan kesaksian ahli dari Kemenag, itu bukan masuk kategori bendera HTI. Cuma mirip. Tapi oleh para buzzer, kesaksian Iwan tersebut seolah menjadi pembenar bahwa 57 pegawai KPK yang tak lulus TWK adalah bagian dari kelompok Taliban yang berembus sejak 2019.
Padahal selain beragama Hindu, si pemilik bendera adalah ASN di Kejaksaan yang otomatis tak mengikuti TWK. Faktanya, kata Hotman, 57 pegawai yang tak lulus TWK tidak semuanya muslim. Ada yang beragama Buddha, juga Kristen seperti dirinya.
"Isu Taliban itu selalu disematkan kepada Novel Baswedan. Seolah Novel memecat sekuriti karena memotret bendera. Tidak seperti itu!Jadi memang tidak ada hubungan antara yang 57 dengan bendera HTI, radikalisme dan Taliban," tegas Hotman Tambunan. [detik]