GELORA.CO - Pemerintah mewajibkan syarat penerbangan udara Jawa-Bali harus menunjukkan hasil tes PCR 2x24 jam sebelum keberangkatan.
Ini berlaku untuk penumpang yang sudah divaksinasi satu dosis maupun dua dosis.
Namun, kebijakan baru ini mengundang sorotan dari berbagai pihak. Pengamat Penerbangan Alvin Lie mengatakan itu aneh karena kebijakan ini hanya digunakan untuk perjalanan udara saja tidak angkutan yang lainnya. Dia juga menyoroti bertambahnya beban biaya penumpang pesawat karena wajib PCR.
"Ini aneh! Yang wajib PCR ini perjalanan udara, yang lainnya tidak wajib. Pesawat yang katanya oleh 100% dibolehkan, tetapi untuk memenuhi 100% pesawat juga susah mengisi 100%. Apalagi ditambah biaya PCR ini," katanya dalam keterangan pesan suara yang diterima detikcom, Sabtu (23/10/2021).
Apalagi, menurutnya saat ini level PPKM sejumlah wilayah di Jawa-Bali sudah banyak yang turun. Dia beranggapan pemerintah seharusnya bisa memberikan kelonggaran kepada masyarakat yang selama ini juga sudah banyak berkorban.
"Ini malah harus tes PCR, padahal tes PCR itu selain mahal juga lama. Paling nggak 6 jam baru keluar itu hasil tesnya," jelasnya.
Dengan aturan itu, Alvin mengatakan sekarang seseorang dalam keadaan mendesak harus menggunakan pesawat akan kesulitan. Sebab harus melalui tes PCR terlebih dahulu.
Dihubungi terpisah, dokter sekaligus influencer, Tirta Mandira Hudhi alias dr Tirta mengatakan kebijakan wajib PCR untuk penerbangan ini kontradiktif. Karena hanya penerbangan yang wajib PCR tetapi di transportasi lain tidak wajib.
"PCR swab intinya digunakan untuk tujuan test dan tracing. Mengingat penerbangan itu tingkat penularan rendah dikarenakan prokes dan HEPA filter, maka screening sebaiknya swab antigen. Faktanya transportasi darat, laut tidak ada PCR," katanya kepada detikcom.
dr Tirta dalam cuitan di Twitter pribadinya @tirta_cipeng mempertanyakan kenapa kebijakan PCR ini hanya untuk perjalanan udara saja.
"Karena agak aneh aja, kenapa hanya naik pesawat yang diwajibkan swab PCR. Padahal sudah beberapa sumber ilmiah yang menekankan justru penularan di pesawat itu paling rendah," tulisnya dalam cuitannya. dr Tirta sudah mengizinkan cuitannya dikutip.
Ia juga membandingkan kepadatan di tempat lain yang berisiko tertular COVID-19. Misalnya di bioskop, risikonya lebih tinggi tetapi cukup dengan vaksin dan aplikasi PeduliLindungi.
"Bahkan bioskop, yang risiko penularannya lebih tinggi sudah dibuka, cukup vaksin dua kali dan PeduliLindungi. Sementara pesawat kudu PCR. Saya yakin netizen juga udah paham ini. Harusnya pemangku kebijakan nggak acc kebijakan terbang harus swab PCR dulu, cukup swab antigen," lanjutnya.
Dia juga membandingkan dengan aturan di perjalanan darat. "Lucunya juga, transportasi darat, nggak ada HEPA filternya, lebih lama pula di dalam mobil, justru nggak wajib PCR," tuturnya.
Jadi, dia mendorong pemerintah untuk merevisi aturan tersebut. Ia mendesak agar PCR hanya digunakan untuk diagnosa, kalau screening cukup antigen.
"Yok bisalah direvisi. Belum telat, sebelum kebijakannya jalan 1 November nanti," katanya.
"Kembalikan fungsi swab PCR menjadi alat diagnosa. Cukup Screening antigen saja," cuitnya dalam Tweet lainnya.(detik)