GELORA.CO - Seorang pekerja migran Indonesia (PMI) berinisial SB (43) tidak menerima gaji selama 12 tahun di Malaysia. Mirisnya, RB yang bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART) malah dituntut 500 ringgit Malaysia (RM) atas tuduhan kabur dari majikan.
SB bersama PMI lain yang juga bekerja pada majikan yang sama lalu menyelamatkan diri ke Kedutaan Besar RI (KBRI) di Kuala Lumpur pada Februari 2021. Tindakan itu membuat tenaga kerja wanita (TKW) ini dituntut membayar ganti rugi oleh anak majikan sebesar RM 500 atau sekitar Rp 1,7 juta.
Dubes RI untuk Malaysia, Hermono, geram setelah mengetahui ada PMI yang dituntut RM 500 karena meminta perlindungan ke KBRI, sementara majikan tidak membayar gaji SB selama 12 tahun.
"Ini di luar nalar manusia beradab," tegas Hermono dalam keterangan yang diterima detikcom, Jumat (29/10/2021).
"SB melarikan diri karena haknya sebagai PRT tidak dipenuhi oleh majikan selama bertahun-tahun", tambah Hermono.
SB mulai bekerja di Malaysia sejak tahun 2009 pada seorang majikan warga Malaysia dan tidak pernah pindah majikan. Majikan SB bukanlah orang sembarangan karena menyandang gelar terhormat.
Selama 12 tahun bekerja, SB hanya satu kali mengirim uang sebanyak RM 300. Pada awal bekerja, majikan SB menjanjikan gaji per bulan RM 500.
Namun setiap kali SB meminta gajinya selalu ditolak dengan alasan takut hilang. Selain tak mendapatkan hak gaji, SB juga dilarang berkomunikasi dengan keluarganya.
Suatu waktu, SB berkomunikasi dengan keluarganya di Malang dengan meminjam ponsel milik rekan PMI yang bekerja pada majikan yang sama dan langsung dimarahi karena ketahuan majikannya.
KBRI Kuala Lumpur telah mencoba memediasi dengan majikan, namun pihak majikan tidak kooperatif. Pihak majikan meminta kasus ini diselesaikan melalui pejabat tenaga kerja.
KBRI menolak opsi ini karena akan merugikan SB. Sesuai UU Kadaluarsa Malaysia (Akta Had Masa 1953), pembayaran tuntutan ganti rugi tidak boleh melebihi masa 6 tahun. Artinya kalau diselesaikan melalui Dinas Ketenagakerjaan Malaysia, SB hanya akan mendapatkan hak gajinya maksimal 6 tahun masa kerja, sementara sisanya tidak dapat dibayarkan.
KBRI memilih penyelesaian melalui Peradilan Perdata dan telah menyewa pengacara untuk memperjuangkan hak-hak SB.
Hermono menyampaikan, dalam kurun waktu satu tahun sejak menjabat sebagai Duta Besar di Kuala Lumpur, banyak menjumpai kasus pelanggaran terhadap hak-hak PMI, khususnya yang bekerja sebagai PRT.
Selain kasus gaji tidak dibayar bertahun-tahun, larangan berkomunikasi dan kekerasan fisik adalah kasus yang paling banyak dialami oleh PMI yang bekerja di sektor rumah tangga. Selama tahun 2021 saja, KBRI Kuala Lumpur telah berhasil memperjuangkan gaji PMI sejumlah RM 1.379.993 dan Rp 64 juta atau totalnya sekitar Rp 4,75 miliar.
Dubes Hermono, yang pernah menjabat sebagai Wakil Kepala Perwakilan RI di Kuala Lumpur, mengharapkan MoU tentang Penempatan dan Perlindungan Pekerja Sektor Domestik yang sedang dalam negosiasi antara Indonesia dan Malaysia dapat segera diselesaikan. MoU ini dibahas sejak 2016.
"Kita meminta adanya jaminan perlindungan dan mekanisme penyelesaian kasus yang efektif terhadap pelanggaran seperti ini. Tanpa adanya jaminan perlindungan yang memadai, pengiriman PMI sektor domestik ke Malaysia, saya kira perlu dikaji ulang", tutur Hermono.
[detik]