GELORA.CO - Tes PCR sebagai syarat perjalanan dinilai sebagai sebuah kebijakan yang menyulitkan rakyat. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat yang baru mulai merangkak bangkit usai berbagai pembatasan sosial untuk menekan penyebaran Covid-19.
Demikian disampaikan anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati kepada wartawan, Jumat pagi (29/10).
"Meskipun diturunkan harganya, kebijakan tes PCR sebagai syarat perjalanan menyulitkan dan memberatkan rakyat. PKS konsen dalam masalah keluarga, adanya beban tes PCR sebagai syarat perjalanan pasti menambah beban biaya belanja keluarga," kata Mufida.
Ia menyebut, tes PCR sebagai syarat perjalanan juga memiliki beberapa catatan. Tidak semua daerah memiliki infrastruktur yang cepat dalam memproses hasil PCR. Padahal, kata dia, kebutuhan dalam perjalanan adalah kecepatan dalam proses.
"PCR memerlukan waktu lebih lama untuk mengetahui hasilnya. Padahal sampling droplet yang dites berlaku pada saat di tes. Sehingga saat bepergian setelah dua hari berikutnya misalnya, apakah hasil tesnya masih akurat?" tegasnya.
Penambahan beban ini, kata Mufida, akan berdampak bagi mereka yang bepergian lebih dari tiga hari. Sebab saat ini hasil tes PCR berlaku selama tiga hari.
"Berapapun harganya meski sudah diturunkan Rp 275 ribu, jika perginya lebih dari tiga hari, maka harus dua kali PCR untuk pulang pergi, sehingga semakin menambah beban masyarakat," tuturnya.
Mufida menekankan agar agresivitas vaksinasi lebih dilakukan. Vaksinasi dilakukan guna meminimalisir dampak berat dari penularan Covid-19.
"Vaksin sudah dijadikan sebagai syarat dalam mengakses fasilitas publik. Kini ditambah syarat PCR untuk perjalanan. Kebijakan ini harus ditinjau ulang," demikian Mufida.[rmol]