GELORA.CO - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) akan membantu proses mediasi dugaan pelanggaran kekayaan intelektual penggunaan lagu "Aku Papua" yang dinyanyikan saat pembukaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX.
"Kami sudah menerima aduan yang disampaikan oleh ahli waris Franky Sahilatua, dan akan dilakukan pemeriksaan kembali mengenai kebenaran fakta," kata Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual DJKI Kemenkumham Freddy Harris melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Freddy mengatakan DJKI Kemenkumham terlebih dahulu akan mengumpulkan fakta-fakta dan diselidiki secara mendalam apakah ada potensi pelanggaran kekayaan intelektual atas karya Franky Sahilatua tersebut.
Istri dari Franky, Harwatiningrum selaku ahli waris telah menyampaikan laporan dugaan pelanggaran kekayaan intelektual kepada DJKI Kemenkumham terkait kasus ini pada 10 Oktober 2021.
Dalam laporannya, Harwatiningrum menyampaikan pada 2 Oktober 2021 lagu "Aku Papua" dinyanyikan oleh Michael Jakarimilena, Nowela Elizabeth Auparay, dan Edo Kondologit saat pembukaan PON XX Papua.
Harwatiningrum selaku ahli waris mengaku hingga saat ini pihak penyelenggara belum meminta izin atas penggunaan lagu tersebut saat pembukaan PON edisi Ke-20 di Stadion Lukas Enembe.
Menanggapi laporan yang masuk melalui laman https://pengaduan.dgip.go.id/ tersebut, DJKI tengah melakukan penelusuran dan konfirmasi kepada pihak-pihak yang terlibat yaitu ahli waris, penyelenggara PON, publisher lagu Aku Papua hingga lembaga manajemen kolektif (LMK) yang menaungi Franky Sahilatua selaku pencipta.
Sebagai informasi, berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dalam suatu ciptaan terdapat dua hak eksklusif yaitu hak moral dan hak ekonomi.
Hak moral merupakan hak yang melekat abadi pada diri pencipta kekayaan intelektual dan tidak dapat dihapus atau dihilangkan. Hak ini memberikan yang bersangkutan untuk mencantumkan nama maupun mengubah hasil karyanya.
Sedangkan hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaannya. Setiap orang tanpa izin melakukan pelanggaran hak ekonomi dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana denda paling banyak Rp4 miliar.
Untuk menghindari pelanggaran atas hak moral dan hak ekonomi, setiap orang yang bermaksud menggunakan suatu ciptaan wajib mendapatkan izin dari pencipta atau pemegang hak cipta.[viva]