Kuasa Hukum Moeldoko CS Tuding Kubu AHY Hadirkan Saksi Ahli Yang Mbalelo

Kuasa Hukum Moeldoko CS Tuding Kubu AHY Hadirkan Saksi Ahli Yang Mbalelo

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -Sidang gugatan AD/ART Partai Demokrat dengan pemohon lima mantan kader yang berada di barisan Moeldoko di PTUN Jakarta pada Kamis (21/10) menghadirkan sejumlah saksi ahli dari pihak terkait yaitu DPP Partai Demokrat.

Kedua saksi ahli yang dihadirkan Partai pimpinan Ketua Umum Agus Harimurthi Yudhoyono (AHY) itu antara lain Zainal Arifin Mochtar dan Margarito Kamis.



Kuasa Hukum kubu Moeldoko, Rusdiansyah menuding dua saksi ahli yang dihadirkan kubu AHY dalam sidang perkara Nomor 150/G/2021/PTUN-JKT itu tidak memahami objek gugatan. Karena mereka dianggap tidak membaca atau tidak mengerti isi AD/ART Partai Demokrat Tahun 2020.

"Keterangan yang mereka berikan tidak terkait dengan substansi gugatan. Mereka tampil seperti politisi, bukan layaknya sebagai akademi," kata  Rusdiansyah kepada wartawan, Jumat (22/10).

Rusdiansyah menilai, keterangan Zainal Arifin Mochtar di dalam sidang tidak ada hubungannya dengan materi gugatan. Karena menurutnya, dia hanya menuding kubu Moeldoko dengan menyatakan "partai yang selalu dirusak itu adalah partai yang oposisi dari pemerintah yang sedang berkuasa".

"Itu adalah tuduhan yang mengada-ada dan padangan yang keliru. Faktanya, pemerintah dalam hal ini Kemenkumham tidak serta merta menyetujui permohonan kubu KLB Deli Serdang, sehingga kami lakukan upaya hukum ke PTUN," kata Rusdiansyah.

Tak cuma itu, Rusdiansyah juga menanggapi keterangan Zainal Mochtar Arifin di dalam sidang yang berpandangan bahwa harusnya mekanisme demokrasi tidak dipaksakan untuk diselesaikan di pengadilan.

Kata Rusdiansyah, padangan itu menunjukan Zainal Arifin Mochtar tidak memahami isi 10 Pilar Demokrasi Konstitusional Indonesia menurut Pancasila dan UUD 1945 yang di antaranya sebagai berikut:

1. Demokrasi yang Berketuhanan Yang Maha Esa
2. Demokrasi dengan kecerdasan
3. Demokrasi yang berkedaulatan rakyat
4. Demokrasi dengan rule of law
5. Demokrasi dengan pemisahan kekuasaan negara
6. Demokrasi dengan hak asasi manusia
7. Demokrasi dengan pengadilan yang merdeka
8. Demokrasi dengan otonomi daerah
9. Demokrasi dengan kemakmuran
10. Demokrasi yang berkeadilan sosial

"Jadi, upaya hukum ke pengadilan yang dilakukan oleh klien kami merupakan tindakan yang sejalan dengan pilar demokrasi konstitusional Indonesia," katanya.

Menurut Rusdiansyah, andai saja Zainal Arifin Mochtar dan Margarito Kamis membaca isi AD/ART Partai Demokrat tahun 2020, maka sebagai akademisi, mereka akan malu menjadi saksi ahli kubu AHY.

Karena dia melihat kedua akademisi ini dalam kesehariannya mengaku pejuang demokrasi. Namun faktanya sekarang, mereka membela oligarki kekuasaan yang tirani dan nepotisme yang tertuang didalam AD ART Partai Demokrat tahun 2020.

"Karena itu, demokrasi seperti apa  sesungguhnya yang sedang diperjuangkan Zainal dan Margarito?" cetusnya.

DI samping itu, pernyataan Zainal Arifin Mochtar yang menyebut bahwa sengketa ini cukup diselesaikan di internal partai, tidak di pengadilan, dipandang tidak objektif oleh Rudiansyah.

Itu sebabnya dia menuding Zainal Arifin Mochtar tidak memahami objek gugatan kubu KLB Deli Serdang, yakni Surat Keputusan Kemenkumham dan bukan surat keputusan Partai.

Karena itu, Rudiansyah menegaskan bahwa berdasarkan UU PTUN ranah gugatan untuk keputusan kemenkumham adalah di PTUN, bukan di internal partai.

"Cara berpikir saksi ahli Zainal Arifin Mochtar dan Margarito Kamis ini seperti Mbalelo, tidak seperti akademisi, tapi layaknya politisi,"

Dalam kesimpulannya, Rusdiansyah membela kubu Moeldoko dengan melabeli Zainal Arifin Mochtar dan Margarito Kamis sebagai orang yang menggiring opini, sehingga apa yang disampaikan keliru.

"Dan mengajarkan warga negara untuk tidak taat serta tidak menghormati hukum. Pemikiran semacam ini sangat berbahaya dalam negara demokrasi," pungkasnya. (RMOL)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita