GELORA.CO - Kantor Staf Presiden (KSP) prihatin dengan kasus dugaan pemerkosaan terhadap tiga anak di bawah umur di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, pada akhir 2019 lalu yang viral. KSP pun berharap Polri untuk membuka ulang proses penyelidikan kasus yang telah dihentikan Polres Luwu Timur pada tahun 2019.
"Peristiwa perkosaan dan kekerasan seksual kepada anak ini sangat melukai nurani dan rasa keadilan masyarakat. Presiden Jokowi sangat tegas dan tidak bisa mentolerir predator seksual anak. Karena itulah pada tanggal 7 Desember 2020 Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah (PP) No 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak," kata Deputi V Kantor Staf Presiden, Jaleswari Pramodhawardani, melalui keterangan tertulis, Jumat (8/10/2021).
Jaleswari mengingatkan, dalam rapat terbatas tentang Penanganan Kasus Kekerasan kepada Anak tanggal 9 Januari 2000 lalu, Jokowi memberi arahan agar kasus kekerasan terhadap anak ditindaklanjuti secepat-cepatnya. Jokowi, lanjutnya, juga menginginkan agar pelaku kekerasan terhadap anak diberikan hukuman yang bisa membuatnya jera.
"Perkosaan dan kekerasan seksual terhadap anak tindakan yang sangat serius dan keji. Tindakan tersebut tidak bisa diterima oleh akal budi dan nurani kemanusiaan kita. Terlebih lagi bila yang melakukan adalah ayah kandungnya. Oleh karen itu pelakunya harus dihukum berat," kata Jaleswari.
"Walaupun anak-anak, suara korban harus kita dengarkan dan perhatikan dengan seksama. Termasuk suara Ibu para korban. Bayangkan saja mereka adalah anak-anak kita sendiri," imbuh dia.
Karena itu, Jaleswari berharap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membuka kembali penyelidikan kasus tersebut. Terutama, jikalau ditemukan adanya kejanggalan dan kesalahan dalam proses penyelidikan kasus tersebut oleh Polres Luwu Timur, serta ditemukannya bukti baru.
"Oleh karena itu, kalau memang ditemukan adanya kejanggalan dan kesalahan dalam proses penyelidikan oleh Polres Luwu Timur yang menyebabkan diberhentikannya proses penyelidikan pada akhir tahun 2019 yang lalu, atau ditemukannya bukti baru sebagaimana disampaikan oleh Ibu korban dan LBH Makassar, maka kami berharap Kapolri bisa memerintahkan jajarannya untuk membuka kembali kasus tersebut," tambah Jaleswari.
Jaleswari melanjutkan, kasus ini juga semakin memperkuat urgensi pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
"Kasus perkosaan dan kekerasan seksual pada anak serta penghentian penyelidikan dengan alasan tidak adanya bukti ini semakin memperkuat urgensi pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang mengandung norma khusus terkait tindak pidana kekerasan seksual," pungkas dia.[detik]