GELORA.CO - Bumi masih berada di ambang kiamat pada 2021 akibat pandemi COVID-19 yang masih berlangsung, potensi perang nuklir, perubahan iklim, dan hoax yang merajalela, demikian peringatan para ilmuwan di balik Doomsday Clock atau Jam Kiamat.
Jam Kiamat adalah jam simbolis yang mewakili kemungkinan risiko bencana global buatan manusia. Simbol ini dikelola sejak tahun 1947 oleh anggota Bulletin of the Atomic Scientists (BAS) di University of Chicago, Amerika Serikat.
BAS sendiri adalah sebuah organisasi yang menilai kemajuan ilmu pengetahuan dan risikonya pada manusia. Mereka membuat Jam Kiamat sebagai pengingat kepada umat manusia agar tidak melakukan kerusakan yang menghancurkan Bumi.
Para peneliti yang tergabung dalam BAS menetapkan jarum Jam Kiamat tahun ini masih sama dengan tahun 2020, yaitu berjarak 100 detik menuju tengah malam.
Itu artinya, jam simbolis tersebut menunjukkan titik terdekat manusia dengan kiamat. Pada 2019, posisi jam kiamat adalah 2 menit menuju tengah malam. Tengah malam atau pukul 00.00 adalah perlambang .
"Jarum Jam Kiamat masih di posisi 100 detik menuju tengah malam, titik terdekat dengan tengah malam," kata President of BAS Rachel Bronson, seperti dikutip dari AFP.
"Pandemi COVID-19 yang mematikan dan menakutkan menjadi peringatan bersejarah, ilustrasi nyata bagaimana negara-negara dan organisasi internasional kewalahan mengelola ancaman nyata yang bisa mengakhiri peradaban seperti senjata nuklir dan perubahan iklim," sebut Bronson.
Terakhir kali Jam Kiamat begitu dekat dengan tengah malam adalah saat terjadi percobaan bom hidrogen oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet pada 1953, yang memulai era perlombaan senjata nuklir. Sedangkan titik terjauh dengan kiamat terjadi pada 1991, ketika Perang Dingin berakhir.
Jarum Jam Kiamat diatur ulang setiap tahun dan keputusan ini dilakukan oleh anggota dewan BAS, yang di dalamnya termasuk 13 orang ahli penerima Nobel. [detik]