GELORA.CO - Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai ada yang keliru dari pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD terkait imbauan tolak bayar utang pinjol ilegal.
Menurutnya, korban pinjaman online tidak resmi ini tetap harus membayar pokok utang karena hal itu kewajiban.
"Saya pikir ada yang perlu diluruskan namanya utang tetap saja utang yang harus dibayar," ucap Fickar dalam diskusi daring, Sabtu (23/10/201).
Ia menegaskan, pemerintah harus bijak dalam memberikan imbauan kepada masyarakat.
Fickar memandang tafsir masyarakat saat ini pemerintah memberikan legalitas agar masyarakat tidak membayar utang.
"Dari sudut hukum, kan argumennya (pemerintah) sendiri itu karena pinjolnya sendiri sudah melawan hukum. Artinya sudah bertentangan dengan hukum bahkan ada unsur pidananya. Karena itu tidak usah dibayar," jelasnya.
Ia mengusulkan pemerintah untuk mengubah imbauan dari tidak usah membayar menjadi membayar hingga melebihi pokok pinjaman.
"Kalau pembayarannya sudah melebihi pokok utangnya itu tidak usah dibayar. Misal utangnya Rp 1 juta kemudian tagihannya tiba-tiba jadi Rp 8 juta. Mereka sudah melunaskan pokok utang, nah itu boleh tidak bayar," jelasnya.
Lebih lanjut, kata Fickar, usulan ini menjadi relevan agar tak membuat masyarakat melepas tanggung jawab untuk membayar pinjaman yang telah dibuat.
"Menurut saya bahasanya harus diubah jangan anjuran tidak dibayar. Jadi kalau cicilan itu sudah melebihi pokok pinjaman jangan dibayar. Bahasanya harus seperti itu," tukasnya.
Fickar menilai praktik pinjaman online ilegal terindikasi tidak rasional dalam memberikan suku bunga.
Menurutnya, tidak heran kalau pinjaman online ini banyak dikeluhkan masyarakat hingga menjadi perhatian Presiden RI Joko Widodo.
"Besaran bunga terus menerus naik apabila adanya wanprestasi atau gagal bayar," katanya.
Kasus-kasus tidak sanggup bayar inilah yang kemudian membuat kreditur melalui para debt collectornya mengancam debitur.
Fickar menuturkan bahwa dasar hukum pinjol perdata tetapi cara penagihannya bisa masuk dalam ranah hukum pidana.
"Cara-cara menagih dengan menyebarkan foto-foto tidak senonoh. Kemudian menggunakan kata-kata yang kasar yang juga dapat termasuk dalam pasal UU ITE," pungkasnya.
Pemerintah Bela Korban Pinjol Ilegal
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menegaskan pemerintah pada posisi membela korban pinjol ilegal.
Mahfud mengimbau agar masyarakat yang sudah menjadi korban pinjol ilegal untuk jangan membayar lagi.
Itu disampaikan setelah memimpin rapat koordinasi bidang Polhukam terkait penegakan hukum, keuangan, dan perbankan pada Selasa (19/10/2021).
"Kepada mereka yang terlanjut menjadi korban, jangan membayar, jangan membayar," kata Mahfud.
Ia juga meyakini masyarakat agar tidak takut menghadapi teror dari penagih utang.
"Kalau karena tidak membayar lalu ada yang tidak terima, diteror, lapor ke kantor polisi terdekat. Polisi akan memberikan perlindungan," lanjutnya.
Pinjol Ilegal Ada yang Bekerjasama dengan Pinjaman Online Legal
Perusahaan peminjaman online (pinjol) ilegal ternyata terkait dengan perusahaan pinjaman legal.
Hal itu ditemukan polisi dalam penyelidikan terhadap lima perusahaan pinjol yang berhasil dibongkar di lima tempat kawasan Jakarta dan sekitarnya.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Pol Auliansyah Lubis mengatakan dalam satu kasus di Tangerang, pihaknya menemukan satu perusahaan pinjol ilegal yang terkait dengan perusahaan pinjol legal.
Dalam hasil penyelidikan, perusahaan pinjol legal terafiliasi dengan perusahaan pinjol ilegal.
"Jadi ini aksi gurita ketika nasabah enggak bisa bayar di pinjol legal dia akan tawarkan nasabah ke pinjol ilegal. Data ini diberikan ke pinjol ilegal," tutur Auliansyah di Mapolda Metro Jaya, Semanggi, Jakarta Selatan, Jumat (22/10/2021).
Kata Auliansyah, pinjol legal menjadi etalase agar bisa menjerat nasabah ke pinjol ilegal.
Saat nasabah tak mampu membayar pinjol resmi, maka pihak pinjol resmi menawarkan alternatif untuk meminjam di pinjol ilegal.
Apabila nasabah terjerat, maka utangnya lebih tak terkendali karena bunga yang membengkak.
Sebab, pinjol ilegal tak terikat dengan aturan bunga yang diterapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Bahkan utang Rp 2 juta dapat berlipat ganda menjadi Rp 104 juta hanya dalam waktu beberapa bulan.
"Di sanalah akan terjadi pengancaman dan menekan ke peminjam ketika enggak bisa bayar," jelasnya.
Dalam proses penagihan, pihak pinjol ilegal pun tak mengikuti aturan OJK.
Mereka melakukan tindak pidana seperti pengancaman hingga pencemaran nama baik apabila nasabah tak melunasi utang.
Misalnya saja dengan mencuri seluruh kontak person nasabah juga mengedit foto nasabah menjadi foto porno untuk disebarkan.
Saat ini kata Auliansyah, pihaknya masih mempelajari modus tersebut. Sehingga ia tak berani berspekulasi cara yang sama diterapkan di semua pinjol legal.
"Itu hanya satu temuan kami dari lima perusahaan pinjol yang kami ungkap," bebernya.[tribunnews]