GELORA.CO - KPK membuka opsi kerja sama bareng Indonesia Memanggil 57+ atau IM57+ Institute yang didirikan oleh 57 mantan pegawai KPK yang dipecat setelah tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).
Pihak IM57+ Institute pun menyatakan terbuka atas kerja sama itu, namun ada syaratnya.
Salah satu pendeklarasi IM57+ Institute, Praswad Nugraha, mengatakan kerja sama itu bisa diawali dengan KPK melaksanakan rekomendasi dari Komnas HAM dan Ombudsman terkait pemberhentian 58 pegawai KPK.
"Boleh banget KPK bekerjasama IM57+ Institute, mungkin bisa dimulai dengan KPK melaksanakan rekomendasi Komnas HAM dan Ombudsman atas pemecatan 58 pegawai KPK secara sewenang-wenang," kata Praswad kepada wartawan, Jumat (8/10/2021).
"Memberantas korupsi tidak bisa dilakukan dengan cara memberantas para pegawainya," tambahnya.
Praswad mengatakan, syarat KPK harus melaksanakan rekomendasi Komnas HAM dan Ombudsman jika ingin bekerja sama bersifat mutlak.
"Karena korban pelanggaran HAM tidak mungkin bekerjasama dengan pelaku pelanggar HAM," ucapnya.
Dihubungi terpisah, mantan Direktur PJKAKI KPK Sujanarko juga mengungkap hal yang sama perihal syarat kerja sama KPK dengan IM57+ Institute. Menurutnya, IM57+ Institute sebelum menerima tawaran kerja sama akan mengevaluasi manfaat dan resikonya lebih dulu.
"KPK hari ini juga perlu diperkuat komitmennya memberantas korupsi. Kalau komitmennya kuat tidak ada temuan Ombudsman, Komnas HAM dan tak ada sidang etik ke pimpinan KPK," ujarnya.
Seperti diketahui, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menanggapi soal berdirinya IM57+ Institute yang didirikan oleh mantan 57 pegawai KPK yang dipecat setelah tak lolos TWK. Ghufron menyebut KPK bisa saja bekerja sama dengan IM57+ Institute jika memiliki komitmen bersama dalam pemberantasan korupsi.
"Saya tidak memahami apa orientasi ataupun motivasi mendirikan IM57. Sekali lagi yang jelas KPK akan terus melakukan pemberantasan korupsi dengan seluruh lapisan masyarakat termasuk dengan siapa pun, termasuk dengan IM57," kata Ghufron kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (8/10).
Ghufron menegaskan KPK akan bersedia untuk bekerja sama dengan pihak. Namun disyaratkan memiliki komitmen dalam melakukan pemberantasan korupsi.
"Kalau memang komitmen orientasi kelembagaannya adalah memberantas korupsi, tentu KPK akan terbuka untuk melakukan kolaborasi dengan setiap apa pun," kata Ghufron.
Novel Baswedan dan 56 pegawai lainnya, setelah dipecat KPK, mendirikan Indonesia Memanggil 57+ atau IM57+.
IM57+ Institute sendiri memiliki executive board yang terdiri dari Hery Muryanto (eks Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK), Sujanarko (eks Direktur PJKAKI KPK), Novel Baswedan, Giri Suprapdiono (eks Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti Korupsi KPK), dan Chandra SR (eks Kabiro SDM KPK).
Selain itu, terdapat investigation board, yang terdiri dari para penyidik dan penyelidik senior, law and strategic research board yang beranggotakan ahli hukum dan peneliti senior. Selanjutnya ada education and training board, yang terdiri atas jajaran ahli pendidikan dan training antikorupsi.
Wadah ini dideklarasikan secara resmi oleh salah satu pegawai, yakni M Praswad Nugraha, pada Kamis (30/9) di gedung Dewas KPK. Dia menyebut wadah ini merupakan bentuk nyata dari pemberantasan korupsi yang sebenarnya.
"58 orang yang dinyatakan TMS merupakan orang-orang yang telah membuktikan kontribusi dalam pemberantasan korupsi dalam bentuk nyata. Untuk itu, kontribusi tersebut tidak dapat berhenti hari ini dan IM57+ Institute menjadi rumah untuk terus mengkonsolidasikan kontribusi dan gerakan tersebut demi tercapainya cita-cita Indonesia yang antikorupsi," kata Praswad.
Institut ini diharapkan menjadi sarana bagi 58 alumni KPK untuk berkontribusi dalam pemberantasan korupsi melalui kerja-kerja pengawalan, kajian, strategi, dan pendidikan antikorupsi. Praswad menyebut salah satu alasan mendirikan IM57+ Institute ini adalah para pegawai masih merasakan utang kepada rakyat dalam hal pemberantasan korupsi.(detik)