GELORA.CO - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengingatkan, peringatan Hari Kesaktian Pancasila, 1 Oktober, semestinya tidak terlepas dari konteks peristiwa yang menghadirkan bukti kesaktian Pancasila.
Hidayat menuturkan, ideologi Pancasila terbukti ampuh menggerakkan TNI bersama bangsa dan umat beragama, bangkit bersatu dan menangkan serta selamatkan Indonesia dari rongrongan dan pemberontakan G30S/PKI. Karena bila mereka berhasil maka ideologi Negara Pancasila akan diubah sesuai ideologi komunisnya PKI.
Menurut HNW -sapaan akrab Hidayat Nur Wahid-, radikalisme PKI yang memusuhi dan korbannya dari kalangan TNI AD, agama dan tokoh-tokoh Islam, telah digagalkan berkat kesatupaduan bangsa Indonesia.
HNW mengatakan, kesaktian Pancasila yang menghadirkan kesatupaduan TNI dengan umat Islam, berhasil selamatkan NKRI dan Pancasila. Kesatupaduan TNI dengan umat Islam, juga berhasil mengalahkan radikalisme serta terorisme G30S/PKI yang secara nyata mengulangi kejahatannya terhadap Republik Indonesia dengan ideologi Pancasila. Itulah yang mestinya dijelaskan agar generasi muda memahami sejarah dengan baik dan benar
“Agar NKRI dan generasi muda, tidak kembali jadi korban kejahatan dan bahaya laten terorisme dan radikalisme PKI dengan ideologi komunismenya. Jangan saat memperingati Hari Kesaktian Pancasila malah menghadirkan isu soal radikalisme agama, tanpa menjelaskan apa yang dimaksud dengan radikalisme agama, dan agama yang mana? Sebab itu bisa memunculkan saling curiga dan meretakkan kesatuan Bangsa, dan memandang negatif kepada agama. Padahal agama dengan ormas islamnya justru telah diakui negara sebagai pihak yang berjasa menyelamatkan ideologi Pancasila dan NKRI dari radikalisme dan terorisme G30SPKI,” jelasnya dalam siaran pers di Jakarta, Senin (4/10/2021).
HNW mendukung upaya menghadirkan kebanggaan generasi muda atas jasa-jasa para Pahlawan Nasional yang telah menghadirkan Indonesia merdeka, dengan ideologi Pancasila dan NKRI-nya. Karenanya semua upaya mengkaburkan sejarah perjuangan pahlawan, baik dari kalangan nasionalis kebangsaan seperti Bung Karno, Hatta, Yamin, A Subarjo, maupun nasionalis keagamaan Islam seperti KH Wahid Hasyim, KH Abdul Kahar Mudzakkir, Agus Salim, Kasman Singodimejo, M Natsir, termasuk nasionalis keagamaan non Islam seperti AA Maramis, harus ditolak.
“Upaya pengaburan sejarah itu harus dikoreksi dan ditolak, agar generasi muda mempunyai kebanggaan terhadap sejarah dan keunggulan Bangsanya. Dan wajar bila hal negatif itu juga ditolak dan dikoreksi termasuk oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT),” ujarnya.
Pernyataan itu disampaikan HNW untuk menyikapi pernyataan Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid yang menyebut adanya kaum radikal dan intoleran yang kerap berusaha menghilangkan atau mengaburkan sejarah bangsa agar pemuda Indonesia tidak mempunyai kebanggaan terhadap bangsanya. HNW sependapat bahwa sejarah bisa menjadi salah satu rujukan dalam menghadirkan kebijakan anti radikalisme dan terorisme tersebut.
“Kita harus menolak intoleransi dan radikalisme, serta mewaspadai upaya-mengaburkan sejarah. Apalagi, belakangan ada berbagai pihak yang bermanuver untuk mengaburkan sejarah, seperti tuntutan pencabutan TAP MPRS no XXV/1966 tentang pembubaran PKI dan pernyataan PKI sebagai Partai Terlarang di Indonesia,” tuturnya.
Selain itu, ada pula, upaya dalam “Kamus Sejarah Indonesia” yang sempat disusun oleh DItjen Kebudayaan Kemendikbud yang mengaburkan sejarah pemberontakan PKI tahun1965. Dan menghilangkan peran tokoh-tokoh bapak bangsa dari umat Islam, seperti KH. Hasyim Asyari, KH. Wahid Hasyim, KH. Mas Mansur, Mr. Syafrudin Prawiranegara, M. Natsir pada jilid 1 buku, yang membahas periode pembentukan Negara Indonesia.
“Ternyata malah menampilkan tokoh-tokoh PKI, termasuk yang akan mengubah ideologi negara Pancasila dengan komunisme dan memberontak terhadap negara RI yang sah; seperti Semaun, Alimin, Muso, hingga DN Aidit,” ujarnya
Sikap waspada terhadap radikalis dan intoleran komunis, kata HNW perlu dilakukan secara serius dan berkelanjutan. Karena berdasar fakta sejarah, gerakan komunisme di Indonesia telah dua kali melawan pemerintah Republik Indonesia yang sah dan akan mengubah ideologi negara; Pancasila.[]