GELORA.CO - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mengapresiasi keputusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi atas vonis terhadap Habib Rizieq Shihab (HRS) dan beberapa eks pimpinan FPI di kasus kerumunan petamburan.
Ia berharap putusan MA ini berlanjut di perkara HRS lainnya.
Menurut Hidayat penolakan kasasi tersebut membuat pimpinan FPI seperti KH Ahmad Sabri Lubis, Habib Ali Alwi Alatas Bin Alwi Alatas, Habib Idrus Al Habsyi, Ustadz Maman Suryadi, dan Haris Ubaidillah akan segera bebas. Sebab, mereka telah menjalani vonis delapan bulan penjara dalam kasus kerumunan Petamburan tersebut. Iajuga berharap kebebasan mereka segera dieksekusi dengan tidak ada lagi manuver yang memperpanjang ketidakadilan hukum.
"(Saya beri) apresiasi kepada MA yang menolak kasasi Jaksa, dan memberikan putusan adil ini. Sejak awal, HRS dan mantan pimpinan FPI juga telah menerima vonis 8 bulan penjara, dan secara kesatria melaksanakan hukuman tersebut, walaupun publik merasakan ada ketidakadilan dan diskriminasi hukum," ujar Hidayat dalam keterangannya, Rabu (6/10/2021).
Dalam kasus HRS lainnya, yakni kerumunan Mega Mendung, Hidayat menilai majelis tingkat pertama secara tegas menyatakan adanya diskriminasi hukum. Pasalnya, ada banyak pihak, termasuk para pejabat pemerintah, yang tidak menjalankan protokol kesehatan (prokes), tetapi tidak diproses hukum apalagi sampai pidana.
Sedangkan untuk HRS dan mantan pimpinan FPI justru dijerat oleh Jaksa dengan pasal pidana dan dipenjara. Sehingga, dalam kasus kerumunan Mega Mendung, ia menilai hakim pengadilan negeri melihat adanya ketidakadilan hukum, sehingga 'hanya' memvonis dengan denda Rp 20 juta. Sementara upaya jaksa untuk banding atas putusan tersebut juga sudah ditolak oleh pengadilan tinggi.
Karena itu ia berharap dengan hadirnya vonis MA yang menolak kasasi, jaksa betul-betul mempertimbangkan substansi keadilan hukum, sehingga bisa menerima keputusan MA dan tidak mengajukan upaya hukum lainnya dalam kasus-kasus tersebut. Hal tersebut juga dinilainya sebagai bukti tegaknya hukum berkeadilan.
"Padahal, kalau pun itu 'kesalahan', yang dilakukan HRS bukan pelanggaran berat, dan hanya pelanggaran prokes, yang juga dilakukan pihak lain, mestinya cukup dikenakan sanksi administratif denda. Seperti yang dikenakan dan sudah dibayar lunas oleh HRS. Apalagi yang dilakukan HRS tidak menghadirkan keonaran sebagaimana dituduhkan Jaksa," imbuhnya.
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga berharap MA menjatuhkan vonis yang berkeadilan dalam kasus HRS lainnya seperti kasus RS UMMI di mana HRS divonis 4 tahun penjara di Pengadilan Negeri dan di Pengadilan Tinggi.
Ia menilai publik merasakan adanya ketidakadilan dan diskriminasi dalam kasus ini. HRS dipidana dengan delik kebohongan karena menyembunyikan kondisi kesehatannya usai tes Swab COVID-19.
Ia menuturkan menurut saksi ahli, yang dilakukan HRS bisa masuk kategori kesalahan tetapi bukan kejahatan kebohongan, apalagi membuat keonaran. Sementara banyak pejabat negara, termasuk menteri yang terkena COVID-19 juga tidak secara 'jujur' terbuka mengumumkannya kepada publik.
"Tapi tidak satu pun dari mereka yang dikenakan sanksi administratif apalagi dipidana. Semoga MA dapat memutuskan perkara ini secara objektif dan adil, dan berdampak positif untuk kokoh kuatnya NKRI. Dan karenanya hanya memutus sesuai irah-irah (kepala putusan) dalam setiap putusan hakim, yakni 'Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa," pungkasnya.(detik)