dr Tirta Heran Pesawat Wajib PCR, Padahal Penularannya Paling Rendah

dr Tirta Heran Pesawat Wajib PCR, Padahal Penularannya Paling Rendah

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -Hasil negatif Corona tes PCR 2x24 jam yang menjadi salah satu syarat penerbangan menjadi sorotan. Salah satu sorotan itu datang dari Tirta Madira Hudhi alias dr Tirta.

dr Tirta melalui akun Twitter-nya, @tirta_cipeng mendorong agar swab pcr menjadi alat diagnosa dan screening hanya menggunakan swab antigen. Sebab, kata dia, penularan Corona di pesawat itu rendah.

"Kembalikan fungsi swab pcr menjadi alat diagnosa. Cukup Screening antigen saja. Karena agak aneh aja, kenapa hanya naik pesawat yang diwajibkan swab pcr. Padahal sudah beberapa sumber ilmiah yang menekankan justru penularan di pesawat itu paling rendah," tulis dr Tirta seperti dilihat detikcom, Sabtu (23/10/2021).

Untuk diketahui, memang benar ada penelitian yang mengungkap soal penularan di pesawat. Menurut penelitian dari International Air Transport Association (IATA), kemungkinan tertular Corona di pesawat malah lebih kecil ketimbang kesambar petir. Dengan hanya 44 kasus di antara 1,2 miliar penumpang, itu berarti 1 dari setiap 27 juta penumpang.

Kembali ke penjelasan dr Tirta. Dia juga membandingkannya dengan bioskop yang hanya perlu vaksin 2 kali. Padahal resiko penularan di bioskop tinggi.

"Bahkan bioskop, yang resiko penularannya lebih tinggi sudah dibuka, cukup vaksin 2x dan Pedulilindungi. Sementara pesawat kudu PCR. Saya yakin netizen juga udah paham ini. Harusnya pemangku kebijakan nggak ACC kebijakan terbang harus swab pcr dulu, cukup swab antigen," tuturnya.

Dia juga membandingkan kebijakan PCR ini dengan transportasi darat. Dia mendorong agar kebijakan ini segera direvisi.

"Lucunya juga, transportasi darat, nggak ada hepa filternya, lebih lama pula di dalam mobil, justru nggak wajib PCR. Yok bisalah direvisi. Belum telat, sebelum kebijakannya jalan 1 November nanti," ungkapnya.

Penjelasan Satgas
Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito menjelaskan tes PCR digunakan karena merupakan metode testing yang paling sensitif.

"PCR sebagai metode testing yang lebih sensitif dapat mendeteksi orang terinfeksi lebih baik daripada rapid antigen, sehingga potensi orang terdekteksi untuk lolos dan menulari orang lain dalam seting kapasitas yang padat dapat diminimalisir," ujar Wiku kepada wartawan, Jumat (22/10/2021).


Wiku mengatakan, syarat tes PCR diberlakukan mengingat tidak lagi diterapkannya seat distancing di dalam pesawat. Sehingga diperlukan adanya screening test yang lebih akurat.

"Kapasitasnya dinaikkan dari 70% menjadi 100%, maka untuk memastikan mereka yang bepergian dalam keadaan sehat, maka dipastikan dengan screening test yang lebih akurat," kata Wiku.

Penyesuaian Kebijakan Dilakukan Hati-hati
Wiku mengatakan, berbagai penyesuaian kebijakan akan dilakukan. Menurutnya, uji coba pelonggaran ini dilakukan dengan penuh kehati-hatian.

"Berbagai penyesuaian kebijakan yang dilakukan saat ini pada prinsipnya adalah uji coba pelonggaran mobilitas dalam rangka meningkatkan poduktivitas masyarakat dengan penuh kehati-hatian" kata Wiku.

"Kebijakan yang sekarang dilakukan akan dievaluasi dan tidak menutup kemungkinan adanya penyesuaian di masa yang akan datang," imbuhnya.(detik)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita