GELORA.CO - Kebesaran nama Jenderal Hoegeng atau Hoegeng Imam Santoso sudah masyhur. Mantan kapolri ini terkenal dengan ketegasan serta tegak lurus. Harta paling berharga yang ditinggalkan dia boleh jadi cuma kejujuran.
Bagaimana tidak, sepanjang kariernya jadi polisi, termasuk ketika menjabat kapolri, Hoegeng enggan memperkaya diri sendiri. Apalagi korupsi.
Sikap lurus itu dipertahankan sampai pensiun. Jangankan harta melimpah. Hidupnya sehari-hari bergantung dari uang pensiun Rp10 ribu per bulan.
Tapi kisah polisi baik bukan cuma melulu punya Jenderal Hoegeng. Masih ada yang lain dan mungkin masih banyak banyak yang belum tergarap.
Salah satunya adalah Royadin. Kisah insipiratifnya terjadi pada tahun 1969 karena berani menilang Raja Yogyakarta, Sri Sultan HB IX. Saat itu, Royadin sedang bertugas mengawasi lalu lintas di Pekalongan.
Kisah ini kembali diungkapkan oleh Polres Trenggalek lewat akun Twitter @1trenggalek.
Cerita dimulai saat Sri Sultan mengendarai mobilnya dari Tegal menuju Yogyakarta.
Saat melewati Pekalongan, Sri Sultan masuk ke dalam jalur forbidden atau jalur dilarang melintas. Mobil Sri Sultan diadang oleh Royadin. Ia hendak meminta surat identitas dan kepemilikan kendaraan.
"Saat kaca dibuka, Royadin hampir pingsan mengetahui ternyata pengemudinya Sri Sultan HB IX," tulis akun @1trenggalek.
Di sini, keteguhan hati Royadin untuk menegakkan aturan diuji. Ternyata, ia lebih memilih untuk menilang Sri Sultan.
"Dengan tangan gemetar, ia tetap menulis surat tilang untuk Sri Sultan. Ia semakin cemas karena sang Sultan hanya diam saja saat ditilang," ucap akun Polres Trenggalek.
Sejak surat penilangan diserahkan. Pikiran Royadin tak tenang. Hingga keesokan harinya, Royadin mendapat surat undangan untuk hadir di Keraton Yogyakarta. Ia sudah pasrah bahwa dirinya akan dipecat.
Namun, ternyata, ketakutan Royadin justru terjadi sebaliknya. "Dalam surat tersebut, Sultan malah meminta Royadin beserta keluarganya pindah ke Yogyakarta. Rupanya Sultan terkesan dengan kejujuran sang polisi," tulisnya.
Menanggapi surat itu, Royadin mengaku kepada Sri Sultan bahwa dirinya memilih tetap tinggal di tanah kelahirannya, Pekalongan, dan melanjutkan tugas yang ia emban sebelumnya.
Setelah itu, Royadin sempat pindah tugas ke Boyolali, Batang, Semarang, hingga pernah menjabat sebagi Kapolsek Warungasem. Royadin pensiun setelah bertugas di kepolisian selama 21 tahun dengan pangkat Pembantu Letnan Satu. Sampai akhirnya, Royadin meninggal tanggal 14 Februari 2007. [voi]