GELORA.CO - Lakso Anindito, seorang penyidik KPK yang ikut diberhentikan setelah mengikuti tes wawasan kebangsaan (TWK) susulan. Laksono menceritakan proses pemecatannya yang berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam.
Laksono mengikuti TWK susulan karena sebelumnya tengah menempuh pendidikan S2 di Lund University, Swedia. Laksono tidak sendiri saat melakukan TWK susulan, ia diketahui ikut tes bersama dua pegawai lain.
TWK susulan dilakukan pada 20 dan 22 September 2021. Namun, pada Rabu sore (29/9), Lakso mendapatkan kabar bahwa dirinya diminta untuk menghadap Direktur Penyidikan Setyo Budianto dan langsung diberikan surat pemberhentian esok hari bersama 56 pegawai lainnya.
"Saya tidak mendapatkan SK TMS, tiba-tiba di tanggal 29 September sore, bukan pagi atau siang, saya diminta untuk menghadap direktur dan diberikan surat yang menyatakan saya diberhentikan dari pegawai KPK," kata Lakso kepada detikcom, Jumat (1/10/2021).
"Artinya kurang dari 24 jam, saya diberhentikan dari KPK tanpa suatu proses, sehingga belum beres semua barang-barang dan lain-lain," tambahnya.
Sementara dua pegawai lain yang juga ikut TWK susulan dinyatakan lulus. Bahkan dirinya pun belum dapat pemberitahuan soal hasil TWK seperti pegawai lainnya.
"Kalau yang lain dapat surat yang dinyatakan TMS (tidak memenuhi syarat), anda dinyatakan MS (memenuhi syarat), saya nggak dapat sama sekali. Jadi kondisi saya lebih parah sebetulnya dari teman-teman lain," ucap Lakso.
Pada bulan Juli sebelum mengikuti TWK, Lakso menceritakan dirinya sempat mengajukan surat perintah penyidikan (sprindik) namun ditolak pimpinan KPK. Hal itu dikarenakan Lakso diharuskan melaksanakan TWK terlebih dahulu.
"Pasca itu sekitar bulan Juli saya kembali ke KPK dan saya waktu itu siap untuk melaksanakan tes wawasan kebangsaan susulan. Nah sembari menunggu itu saya juga sempat mengajukan surat perintah penyidikan untuk kasus-kasus tertentu, SK saya sebagai penyidik masih aktif tapi itu ditolak oleh jajaran pimpinan, dan dikomunikasikan bahwa saya harus mengikuti tes wawasan kebangsaan terlebih dahulu, sebelum mengikuti tugas sebagai penyidik," ujarnya.
Dia menegaskan semestinya dirinya masih bisa mengajukan sprindik sesuai dengan regulasi. Namun, Lakso menyebut sejak awal Juli status kepegawaiannya telah dinonaktifkan, dan berakhir dipecat.
"Padahal sebetulnya kalau kita merujuk regulasi ke UU KPK maupun regulasi pelaksananya, itu sebetulnya saya masih boleh menjalankan pendidikan sampai tanggal 17 Oktober. Tapi semenjak saya 1 Juli itu sudah di non job kan, secara faktual sampai TWK dan akhirnya diberhentikan," katanya.
Lalu, Lakso juga membeberkan pertanyaan-pertanyaan yang dianggapnya tak sesuai dengan kompetensi. Dirinya pun sempat mengirimkan surat ke pimpinan yang menanyakan soal metodelogi apa yang akan diaplikasikan pada TWK. Hal itu dilakukannya karena Komnas HAM kala itu sudah menyatakan ada pelanggaran pada pelaksanaan TWK.
"Masih ada pernyataan-pernyataan seperti Cina sama saja, orang Jepang itu kejam, dan lain-lain. Juga ada pertanyaan-pertanyaan terkait dengan HTI, pertanyaan FPI, pertanyaan terkait dengan gerakan OPM dan lain-lain," katanya.
"Nah yang menjadi isu yang menarik juga adalah ternyata pada saat wawancara di tanggal 22 itu ada pertanyaan-pertanyaan yang mayoritas sekitar 80 persen dari pertanyaan yang diajukan itu menanyakan sikap saya terkait dengan revisi UU KPK dan TWK tahap 1 yang sudah dilaksanakan," tambahnya.(detik)