GELORA.CO - Kepatuhan TNI terhadap kebijakan dan keputusan politik negara masih menyisakan sejumlah persoalan, antara lain keterlibatan aparat dalam urusan politik.
Hal itu tertuang dalam riset yang dilakukan Setara Institute "Catatan Kinerja Reformasi TNI 2021 dan Temuan Survei Opini Ahli tentang Kandidat Panglima TNI" yang digelar pada medio 20 September 2011 hingga 1 Oktober 2021.
Peneliti Setara Institute, Ikhsan Yosarie mengurai, salah satu contoh keterlibatan TNI dalam urusan politik adalah penurunan baliho FPI beberapa waktu lalu. Penurunan tersebut dinilai tidak sesuai dengan UU 34/2004 tentang TNI.
Menurut Ikhsan, UU TNI secara eksplisit menyebut bahwa TNI dalam perannya sebagai alat negara di bidang pertahanan dan dalam pelaksanaan operasi militer selan perang (OMSP) harus dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.
"Tidak mungkin penurunan baliho ini di luar kemampuan Satpol PP dan Kepolisian untuk menanganinya. Kamtibmas pun jelas merupakan wilayah kerja Kepolisian dan Satpol PP," kata Ikhsan saat memaparkan hasil risetnya secara daring, pada Senin siang (4/10).
Riset Setara Institute ini menggunakan metode penelitian kuantitatif menggunakan metode purposif (purposive sampling).
Survei ini dilakukan terhadap 100 ahli yang telah dipilih dan ditetapkan dengan klasifikasi yang spesifik dan relevan dengan penelitian ini, yakni mereka ahli pada isu pertahanan dan keamanan (Hankam), serta Hak Asasi Manusia (HAM).
Ahli-ahli tersebut berasal dari akademisi kampus dan elemen masyarakat sipil (NGO/Ormas). Penelitian dilakukan 20 September 2021-1 Oktober 2021. [rmol]