GELORA.CO - Presiden Jokowi telah meneken Peraturan Presiden (Perpres) No. 93 Tahun 2021 yang merupakan perubahan atas Perpres No. 107 Tahun 2015, tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung.
Selain menunjuk Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan memimpin Komite Percepatan Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung, dalam Perpres tersebut juga ada aturan baru mengenai pendanaan proyek tersebut.
Dalam beleid hasil revisi tersebut, Jokowi menambah opsi skema pendanaan. Sumber pendanaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung kini bisa dari APBN.
Padahal dalam aturan lama, yakni Pasal 4 Perpres No 107 tahun 2015, pendanaan kereta cepat Jakarta-Bandung hanya bersumber dari penerbitan obligasi oleh konsorsium BUMN atau perusahaan patungan; pinjaman konsorsium BUMN atau perusahaan patungan dari lembaga keuangan, termasuk lembaga keuangan luar negeri atau multilateral; dan pendanaan lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
"(2) Pelaksanaan penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tidak menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta tidak mendapatkan jaminan Pemerintah," demikian bunyi Ayat 2 Pasal 4 Perpres No 107 tahun 2015 tersebut.
Opsi pendanaan melalui APBN untuk kereta cepat Jakarta-Bandung ini sebelumnya memang menuai polemik di parlemen. Pembiayaan Proyek kereta cepat tersebut diketahui membengkak Rp 26,6 triliun.
Pada awalnya, proyek ini diperhitungkan membutuhkan biaya USD 6,07 miliar melalui kerja sama pemerintah Indonesia dan China. Kini biaya proyek menjadi USD 7,97 miliar. Proyek yang dimulai sejak tahun 2016 ini telah mencapai 77,9 persen hingga pekan kedua Agustus 2021.
Kemudian PT Kereta Api Indonesia (Persero) selaku pemimpin konsorsium mengajukan permohonan penambahan modal dari APBN melalui skema Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp 4,1 triliun.
Berikut aturan pendanaan kereta cepat Jakarta-Bandung dalam pasal 4 Perpres No 93 Tahun 2021 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung:
Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4
(1) Pendanaan dalam rangka pelaksanaan penugasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 bersumber dari:
a. penerbitan obligasi oleh konsorsium badan usaha milik negara atau perusahaan patungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3);
b. pinjaman konsorsium badan usaha milik negara atau perusahaan patungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (3) dari lembaga keuangan, termasuk lembaga keuangan luar negeri atau multilateral; dan/atau
c. pendanaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
(2) Pendanaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat berupa pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam rangka menjaga keberlanjutan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dengan memperhatikan kapasitas dan kesinambungan fiskal.
ADVERTISEMENT
(3) Pembiayaan dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan Belanja Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
a. penyertaan modal negara kepada pimpinan konsorsium badan usaha milik negara; dan/atau
b penjaminan kewajiban pimpinan konsorsium badan usaha milik negara.
[kumparan]