GELORA.CO -PDI Perjuangan (PDIP) dan Partai Demokrat (PD) terlibat aksi saling sindir. Pendiri lembaga survei KedaiKOPI, Hendri Satrio, menilai aksi saling sindir PDIP dan Demokrat berakhir menjadi perang buka 'borok'.
"Sindir-menyindir ini kan akhirnya jadi perang buka borok. Padahal setiap pembangunan ada kekurangan. Tidak ada keuntungan (saling sindir) kecuali memberi hasrat ego saja," kata Hendri Satrio kepada wartawan, Rabu (27/10/2021).
Aksi saling ini berawal dari pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang menyindir 10 tahun kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Presiden RI. Hasto menyebut kepemimpinan Presiden RI sebelum Joko Widodo (Jokowi) yang banyak mengadakan rapat tapi tidak mengambil keputusan.
Demokrat jelas tidak terima SBY disebut cuma banyak menggelar rapat tapi tidak mengambil keputusan. Dua elite PDIP kemudian menyindir balik Hasto. Berikut aksi saling sindir PDIP dan Demokrat:
Hasto Sindir SBY: Banyak Rapat Tak Buat Keputusan
Pernyataan SBY banyak menggelar rapat tapi tak mengambil keputusan dilontarkan Hasto saat membuka webinar bertajuk 'Penganggaran Desa Wisata Perancangan Kebijakan Penganggaran Desa Wisata', di DPP PDIP, Jakarta, Kamis (21/10/2021). Hasto membandingkan kepemimpinan SBY dengan Jokowi.
"Pak Jokowi punya kelebihan dibanding pemimpin yang lain. Beliau adalah sosok yang turun ke bawah, yang terus memberikan direction, mengadakan ratas (rapat kabinet terbatas) dan kemudian diambil keputusan di rapat kabinet terbatas. Berbeda dengan pemerintahan 10 tahun sebelumnya, terlalu banyak rapat tidak mengambil keputusan," kata Hasto dalam keterangan tertulisnya.
Menurut Hasto, Jokowi berani mengambil keputusan dalam rapat. Keputusan itu kemudian dijabarkan dalam perspektif koordinasi antara pusat dan daerah.
Hasto mencontohkan saat Presiden Jokowi bersama para pembantunya antara lain Menteri Luar Negeri, Menteri BUMN, Menteri Kesehatan, sebagai satu kesatuan tim kesatuan tim negosiator sehingga akhirnya kita bisa mendapatkan vaksin. Tidak hanya itu, bahkan di dalam kerja sama didorong kemampuan nasional untuk mampu memproduksi vaksin.
PD Sebut Hasto Hidup di Alam Mimpi Saat SBY Presiden
Dua elite PD, Herman Khaeron dan Kamhar Lakumani kemudian bereaksi. Herman menyebut kepemimpinan Jokowi tidak akan berhasil tanpa peran SBY. Herman juga membeberkan capaian SBY.
"Kepemimpinan Pak SBY sangat dirasakan kehadirannya oleh masyarakat Indonesia, contohnya tol laut di Bali, Jembatan Madura, dan program pro rakyatnya, selain aktif di dunia internasional dan membanggakan, tanpa mencemooh presiden sebelumnya, bahkan berterima kasih kepada presiden sebelumnya," ujar Herman kepada wartawan, Jumat (22/10).
Herman juga menyebut SBY berhasil melunasi hutang pemerintah Indonesia ke IMF. Selain itu, Kepala Badan Pembinaan Organisasi Kaderisasi dan Keanggotaan (BPOKK) DPP Demokrat itu menyebut SBY juga berhasil mengendalikan wabah flu burung dan penyakit lainnya.
Sementara Kamhar mengungkit pernyataan Jusuf Kalla (JK) yang menilai pemerintahan SBY lebih terarah. Dia juga menyebut Hasto hidup di alam mimpi saat SBY menjadi Presiden.
"Jadi, sekali lagi, kalau yang dimaksudkan Hasto adalah Pak SBY, bukan hanya salah alamat. Mungkin Hasto sebelum pemerintahan Pak Jokowi hanya hidup di alam mimpi, tak mengenal realitas. Karenanya, mengutip dan memodifikasi yang lagi viral dan kekinian di media sosial 'Hei, Hasto, bangun, ko tidor terlalu miring, bangun. Nanti ko pe otak juga ikutan miring'," tuturnya.
Balas PD, Hasto: Kecurangan Pemilu 2009 Masif
PDIP lalu membalas pernyataan Herman dan Kamhar yang memamerkan capaian 10 tahun kepemimpinan SBY. Menurut Hasto, perlu ada kajian akademis agar perbandingan kinerja antara SBY dan Jokowi menjadi objektif.
"Sebenarnya yang paling objektif kalau dilakukan kajian akademis, dengan menggunakan mixed method dari aspek kuantitatifnya bagaimana jumlah jembatan yang dibangun antara 10 tahun Pak SBY dengan Pak Jokowi saat ini saja. Jumlah pelabuhan, jalan tol, lahan-lahan pertanian untuk rakyat, bendungan-bendungan untuk rakyat, itu kan bisa dilakukan penelitian yang objektif," kata Hasto di DPP PDI Perjuangan, Sabtu (23/10/2021).
Hasto kemudian mengulas gelaran Pemilu di era SBY. Dia menuding ada manipulasi pada data daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2009.
"Kemudian aspek kualitatifnya, bagaimana penyelenggaraan pemilu. Pada 2009 itu kan kecurangannya masif, dan ada tokoh-tokoh KPU yang direkrut masuk ke parpol hanya untuk memberikan dukungan elektoral bagi partai penguasa. Ada manipulasi DPT dan sebagainya," sebutnya.
Bahkan, Hasto mengaku siap memberikan beasiswa bagi siapapun yang bersedia mengkaji kinerja kepemimpinan SBY dengan Jokowi.
"Saya pribadi menawarkan beasiswa bagi mereka yang akan melakukan kajian untuk membandingkan antara kinerja dari Presiden Jokowi dan Presiden SBY, sehingga tidak menjadi rumor politik, tidak jadi isu politik, tapi berdasarkan kajian akademis yang bisa dipertanggungjawabkan aspek objektivitasnya," ujar Hasto.
PD Singgung Harun Masiku
PD melancarkan serangan balik untuk pernyataan Hasto yang menyebut kecurangan di Pemilu 2009 masif. PD menganggap Hasto belum move on karena PDIP kalah saat Pemilu 2009.
"Apalagi Hasto kembali mengalihkan topik dari polemik tentang pengambilan keputusan Presiden Jokowi dan presiden pendahulunya ke persoalan Pemilu 2009. Hasto gagal move on untuk menerima kenyataan paslon yang diusung partainya kalah telak saat Pilpres dalam satu putaran," ujar Kamhar dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (23/10).
Kamhar Lakumani (Dok. Pribadi).
Kamhar menilai Hasto tak pantas berbicara integritas KPU. Sebab, Hasto sempat terseret kasus mantan caleg PDIP Harun Masiku yang menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
"Lagi pula Hasto sama sekali tak punya integritas berbicara tentang netralitas KPU. Justru dialah yang memiliki rekam jejak hitam mengintervensi KPU untuk memuluskan buronan Harus Masiku yang kini entah dimana. Jika merasa bersih dan punya tanggung jawab moral, Hasto mestinya fokus saja bagaimana menghadirkan Harus Masiku," papar Kamhar.
Aksi saling sindir ini pun tak berhenti. Usai disindir kasus Harun Masiku, Hasto kembali menyindir SBY.
Hasto Ulas Kajian soal SBY Gunakan Bansos Demi Elektoral
Hasto membantah PDIP belum move on dari kekalahan di Pemilu 2009. Meski sudah move on, Hasto menilai pihaknya tetap harus mengungkap kecurangan yang dilakukan Demokrat di Pemilu 2009.
Ada variasi di serangan balik Hasto. Kala itu dia menyebut Demokrat melakukan politisasi hukum dengan memenjarakan mantan Ketua KPK Antasari Azhar.
"Mengapa kecurangan Pemilu diingatkan kembali oleh PDI Perjuangan? karena Pemilu itu hukumnya kedaulatan rakyat. Jika manipulasi DPT dan politik bansos serta politisasi hukum, termasuk dengan melakukan skenario hukum untuk memenjarakan Ketua KPK yang terbukti tidak bersalah, yakni Antasari Azhar, serta suap politik dengan memasukkan Pimpinan KPU sebagai pengurus teras Parpol agar tidak terjadi," papar Hasto.
Hasto juga mengutip salah satu kajian dari Marcus Meizner yang menyebut SBY menggunakan bansos untuk kepentingan elektoral. Dia menyebut temuan ini menunjukkan SBY sebagai 'Bapak Bansos'.
"Kajian dari Marcus Meizner juga menunjukkan bagaimana SBY sebagai Bapak Bansos yang menggunakan bansos untuk kepentingan elektoral. Politik bansos itulah yang memberatkan keuangan negara dalam jangka menengah dan panjang. Itu dari tulisan Marcus, dari Juni 2008 sampai April 2009 hampir USD 2 billion untuk belanja sosial," jelasnya.
PD: Hasto Ngeles, Sok Intelek
Elite Demokrat Kamhar membalas pernyataan Hasto yang menuding SBY mempolitisasi hukum hingga menggunakan bansos untuk kepentingan elektoral. Kamhar awalnya menyebut Hasto terlalu banyak ngeles.
"Lagi-lagi Hasto ngeles dan semakin melebar dari pokok persoalan awal tentang tuduhannya bahwa presiden sebelum Jokowi lamban dalam mengambil keputusan. Namun setelah disajikan fakta yang terbukti sebaliknya, Hasto ngeles dan kembali memproduksi kebohongan baru," kata Kamhar kepada wartawan, Senin (25/10/2021).
Kamhar mengingatkan Hasto agar gaya politik post-truth yang terus dipertontonkan diubah. Bagi Kamhar, Hasto terus-menerus menyajikan kebohongan secara konsisten agar publik kemudian menganggap ini sebagai kebenaran.
"Jadi kami tegaskan kepada Hasto, dari pada 'sok intelek' bangun argumentasi yang sejak dalam pikiran sudah cacat dan tercemar, sudahi lah melecehkan kewarasan publik dengan terus menerus mereproduksi kebohongan. Ingat, rakyat lagi susah. Negara dan rakyat menginginkan kolaborasi dan sinergi dari semua elemen bangsa, agar segala persoalan yang sedang menerpa bangsa ini lekas berlalu dan segala apa yang dicita-citakan segera terwujud," imbuhnya.(detik)