Penulis: Djono W Oesman
Selalu ada isu PKI. Mantan Panglima TNI, Gatot Nurmantyo: "TNI disusupi PKI." Buktinya: "Patung di Museum Kostrad, hilang." Sudah dibantah Pangkostrad, Letjen Dudung Abdurachman: "Bukan hilang. Diambil pemiliknya."
ITULAH konroversi G30S/PKI di 2021. Atau di HUT ke-56 tahun. Selain kontroversi tipis-tipis, yang rutin muncul: Film G30S/PKI, perlu ditonton atau tidak?
Tentu, September tahun depan akan muncul topik lain lagi. Tahun depannya lagi, juga muncul lagi. Mungkin, sampai 2065 atau seabad pasca G30S/PKI. Ketika generasi yang lahir sebelum 1965, habis dimakan usia. Barulah isu PKI musnah.
Padahal, PKI sudah jadi fosil. Merujuk webinar bertajuk "Penggalian Fosil Komunisme untuk Kepentingan Politik?’. Digelar Political and Public Policy Studies (P3S) Selasa (29/9/2020).
Itulah. Tahun lalu saja disebut fosil. Apalagi sekarang.
Meski PKI fosil, Gatot Nurmantyo mengangkat isu tersebut, kini. Dengan menyoal hilangnya patung di Museum Kostrad.
Itu diungkit Gatot dalam webinar berjudul 'TNI Vs PKI' pada Minggu (26/9/2021). Gatot awalnya menceritakan sejarah pemberontakan yang dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Indonesia, 1948.
Akhirnya ia menyebut, PKI masih ada, meski selalu dibantah sebagian orang. Dia menyebut, PKI telah menyusup ke TNI. Buktinya, patung Soeharto, Abdul Haris Nasution dan Sarwo Edhie di Markas Kostrad, dibongkar.
Gatot: "Bukti nyata jurang kehancuran itu adalah persis di depan mata. Baru saja terjadi adalah Museum Kostrad. Betapa diorama yang ada di Makostrad, dalam Makostrad ada bangunan, bangunan itu adalah kantor tempatnya Pak Harto (Soeharto) dulu. Di situ direncanakan, gimana mengatasi pemberontakan G30S/PKI di mana Pak Harto memberikan petunjuk ke Pak Sarwo Edhie sebagai Komandan Resimen Parako dibantu oleh KKO".
Itu sudah diklarifikasi Pangkostrad, Letjen Dudung Abdurachman. Kepada pers, Kamis (30/9/21), begini:
Dudung: "Pada 30 Agustus, 2021, ada Letnan Jenderal TNI (Purn) Azmyn Yusri Nasution, mantan Pangkostrad ke-34, beliau datang ke tempat saya. Beliau berkata: Jadi Pak Dudung Pangkostrad, saya mantan Pangkostrad selama saya dinas disini sekitar satu tahun, saya ada unek-unek yang sampai saat ini mengganjal dalam hidup saya. Salah satunya waktu itu saya membuat patung."
Dudung lanjut, menirukan AY Nasution: "'Menurut ajaran agama Islam, membuat patung itu diharamkan. Tidak boleh. Maka, saya memohon kepada Pak Dudung."
Dilanjut Dudung: "Beliau tuh sampai hampir meneteskan air mata. Kata beliau: Saya sudah tua Pak Dudung. Saya tidak mau nanti meninggal, saya masuk neraka. Nah, yang mengganjal ini Pak Dudung ada patung yang saya buat yang besar-besar itu patung Pak Harto, patung Pak AH Nasution dan Sarwo Edhie. Mohon patung itu akan saya tarik dan akan saya musnahkan di museum."
Lantas, Dudung memanggil Ir Kostrad dan Kas Kostrad, dan menanyakan pendapat mereka, terkait permintaan tersebut. Akhirnya diputuskan:
Dudung: "Karena beliau yang membuat, itu pun pribadi, bukan secara kedinasan, maka dipersilakan pak, saya bilang. Kalau kemudian nanti institusi akan buat lagi, saya rasa tidak akan masalah. Saya persilakan untuk diambil dan dilaksanakan saat itu juga."
Tuntas sudah. Tak ada masalah. Tidak terbukti, adanya 'jurang kehancuran' seperti dikatakan Gatot.
Merujuk webinar "Penggalian Fosil Komunisme untuk Kepentingan Politik", bisa saja ditafsirkan, bahwa: Lontaran isu Gatot itu untuk kepentingan politik. Boleh saja. Namanya juga pendapat.
Tapi, apa buktinya? Jawabnya, mustahil dibuktikan. Yang tahu hanya nurani Gatot dan Allah SWT.
Kalau Anda tak percaya, tengoklah hasil riset Media Survei Nasional (Median) yang dipublikasi di konferensi pers daring, Kamis (30/9/21). "Jumlah yang percaya terhadap isu kebangkitan komunis di Indonesia, sekitar 46,4 persen," kata Periset Median, Rico Marbun di situ.
Survei Median dilakukan 19-26 Agustus 2021. Jumlah responden 1.000 berusia 17 ke atas. Face to face interview. Teknik Multistage Random Sampling. Proporsional atas populasi provinsi, dan jenis kelamin.
Margin of error sekitar minus 3 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Rincian hasil: 17,9 persen sangat percaya. 28,5 persen percaya. 31,5 persen tidak percaya. 13,5 persen sangat tidak percaya. 8,6 persen tidak tahu atau tidak menjawab.
Responden yang percaya (46,4 persen) punya alasan. Terbagi dalam 10 kategori, dengan urutan persentase, demikian:
1) Curiga banyaknya Tenaga Kerja Asing (TKA) China di Indonesia dengan persentase 12,3 persen.
2) Percaya isu kebangkitan komunisme di Indonesia, karena banyak ulama yang ditangkap (12 persen).
3) Indonesia sekarang tergantung pada vaksin Corona produksi China (11,8 persen)
4) China sangat ingin mencaplok kawasan di perairan Natuna (9,4 persen)
5) China menguasai perekonomian di Indonesia (mungkin yang dimaksud adalah keturunan Tionghoa) ada 9 persen.
6) Sejarah tentang PKI, baik di buku pelajaran sekolah atau film, terkesan dikaburkan atau tidak jelas (6,6 persen)
7) Banyaknya serangan yang ditujukan ke penceramah agama, akhir-akhir ini (5,4 persen)
8) Adanya upaya di masyarakat mengganti Pancasila dengan Trisila (4,6 persen)
9) Konflik Laut China Slatan dapat menyulut kebangkitan komunisme di Indonesia (4,5 persen).
10) Percaya bahwa komunisme tidak akan pernah mati (1,3 persen).
Buat Pembaca yang merasa berpendidikan tinggi, jangan ketawa. Jangan pula mencibir. Jangan mentertawakan alasan responden yang 46,4 persen itu. Karena, betapa pun mereka saudara kita sendiri. Wajah kita sendiri.
Responden berhak berpendapat. Semaksimal kemampuan, terkait pendidikan mereka.
Rata-rata lama sekolah populasi Indonesia, berdasar riset Badan Pusat Statistik, Desember 2020, adalah 8,7 tahun. Artinya, tingkat ke-sekolah-an rakyat Indonesia, rata-rata putus di kelas 3 setingkat SMP. Tidak sampai lulus SMP.
Apakah ada warga Indonesia yang buta huruf? Ternyata masih banyak.
Data Badan Pusat Statistik, 31 Desember 2020, angka buta huruf di Indonesia, dalam tiga tahun terakhir, rinciannya demikian:
Tahun 2018, usia nol sampai 14 tahun: 4,34 persen. Usia 15 - 45 tahun: 0,86 persen. Usia 45 tahun ke atas: 10,60 persen.
Tahun 2019, usia nol sampai 14 tahuh: 4,10 persen. Usia 15 - 45 tahun: 0,76 persen. Usia 45 tahun ke atas: 9,92 persen.
Tahun 2020, usia nol sampai 14 tahun: 4,00 persen. Usia 15 - 45 tahun: 0,80 persen. Usia 45 tahun ke atas: 9,46 persen.
Inilah wajah keterdidikan formal masyarakat kita, versi Badan Pusat Statistik. Tingkat 'makan sekolah' rakyat kita.
Seumpama, hubungan kausalitas antara "Penggalian Fosil Komunisme untuk Kepentingan Politik" dengan tingkat pendidikan masyarakat, dianggap ada, maka: 'masuk-lah itu barang'.
Sebab, warga buta huruf, 'kan berhak mencoblos saat Pilpres 2024. Gimana sih?
Di tahun 2065 (seabad G 30 S PKI) baru-lah isu PKI benar-benar jadi fosil. Politikus tidak mungkin pakai isu itu lagi.
Sebab, tingkat 'makan sekolah' rakyat kita pastinya lebih tinggi dari 8,7 tahun lama sekolah. Insya Allah. Juga, generasi kelahiran di bawah 1965, sudah pada pulang ke alam baqa. (*)