GELORA.CO - Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra, memgkritik penunjukan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menjadi Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Keputusan yang dibuat Presiden Joko Widodo itu, menurut Azyumardi tidak tepat.
"Sebetulnya persoalannya sederhana saja, saya kira kalau menyangkut ketua dewan pengarah saya kira itu persoalannya menurut saya menempatkan orang bukan pada tempat yang tepat," kata Azyumardi, yang dikutip Kamis 14 Oktober 2021
Azyumardi mengatakan, ketua umum partai politik adalah orang yang bergerak dalam bidang politik. Sedangkan untuk posisi Ketua Dewan Pengarah BRIN membutuhkan orang yang memang berpengalaman dalam bidang riset dan inovasi bukan pengalaman bidang politik.
"Karena kalau misalnya ketua dewan pengarahnya itu keahliannya adalah bidang politik pengalamannya bidang politik maka mungkin menurut saya bukan kepakarannya bukan bidang riset dan inovasi. Jadi tidak menempatkan orang pada tempatnya," kata Azyumardi.
Menurutnya, sosok yang ideal menjadi Ketua Dewan Pengarah BRIN adalah sosok yang memiliki pengalaman mendalam di bidang riset dan teknologi. Selain itu memang sosok tersebut telah dikenal luas di dalam negeri dan juga di dunia internasional.
"Yang pas seharusnya yang menjadi dewan pengarah itu memang orang yang punya pengalaman mendalam, punya keterkenalan punya keunggulan dalam bidang riset dan inovasi diakui bukan hanya dalam negeri tapi juga internasional," ujarnya
Azyumardi mengungkapkan sejumlah dampak negatif apabila Ketua Dewan Pengarah BRIN dipimpin oleh orang politik apalagi ketua umun Parpol. Salah satu yang dikhawatirkan adalah munculnya aspek politik dalam setiap pengambilan keputusan seperti perekrutan dan lainnya.
"Itu bisa saja terjadi riset-riset itu dan mungkin juga promosi kepangkatan, kenaikan, rekrutmen dalam lembaga riset itu kemudian dikaitkan dengan politik. Jadi bukan berdasarkan merit dalam prestasi riset dan inovasi tapi pertimbangan hubungan dan koneksi politik. Bisa terjadi seperti itu," ujarnya
Azyumardi menambahkan, apabila lembaga riset mau serius, harus bersih dari unsur politik. "Kalau mau serius itu harus sebaiknya sedapat mungkin bersih atau sedikit sekali campur tangan politiknya harusnya seperti itu," ujarnya
Dia menambahkan, "Riset bisa maju kalau otonom, tak banyak campur tangan politik. Siapapun, bukan hanya Ibu Mega, siapapun dewan pengarahnya, tetap tidak pas kalau dia ketum partai apapun," ujarnya
Sebelumnya, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko, menjelaskan alasan beberapa tokoh, seperti Megawati Soekarnoputri termasuk dua menteri masuk dalam jajaran Dewan Pengarah lembaganya.
Menurut Handoko, selama ini persoalan kegiatan riset adalah mulai dari SDM, infrastruktur hingga anggaran yang tercecer di berbagai lembaga. Ia pun menyambut baik, keberadaan Dewan Pengarah karena diharapkan membantu mengonsolidasikan program-program riset dan pengembangan ilmu pengetahuan di Tanah Air yang berada di lintas lembaga.
"Tujuannya untuk mengonsolidasikan program-program karena riset kan lintas lembaga. Jadi bagaimana program itu bisa lebih dioptimalkan. Sehingga anggaran secara keseluruhan lebih efisien," kata Handoko di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu 13 Oktober 2021 usai pelantikan Dewan Pengarah BRIN.
Seperti diketahui, jajaran Dewan Pengarah BRIN adalah Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Dewan Pengarah, ex-officio. Sementara, Sudhamek Agung Waspodo Suyoto sebagai Sekretaris. Dan di Anggota Dewan Pengarah terdapat nama-nama seperti Emil Salim, I Gede Wenten, Bambang Kesowo, Adi Utarini, Marsudi Wahyu Kisworo dan Tri Mumpuni. Sri Mulyani yang juga Menteri Keuangan dan Kepala Bappenas Suharso Monoarfa.
Menurut Handoko yang juga merupakan ilmuwan di kebidangan Fisika ini, Dewan Pengarah tak akan masuk ke ranah eksekusi. Namun hanya memberikan dukungan teknokratis dan politis.
"(eksekusi) Itu jadi tanggung jawab saya. Tapi saya tentu perlu dukungan karena sebagaimana diketahui saya mengumpulkan semua unit riset dari semua kementerian. Itu bukan berarti saya lakukan sendiri. Saya kan harus mengembalikan layanan riset yang tadi tadinya mereka butuhkan ke kementerian lagi. Tentu itu butuh koordinasi yang tidak mudah," tutur mantan Kepala LIPI tersebut.[viva]