GELORA.CO -Dalam tradisi hukum di Indonesia, amnesti diberikan kepada orang-orang yang melakukan kejahatan berlatar belakang kasus politik.
Namun Presiden Jokowi mengubahnya. Kini amnesti diberikan kepada para terpidana UU ITE dengan alasan kemanusiaan.
"Kalau secara teori sepemahaman saya, amnesti itu sikap kemanusiaan kepala negara. Jadi sebenarnya sangat mungkin untuk apa pun. Makanya yang dibatasi oleh peraturan internasional itu hanya jangan sampai amnesti terhadap kejahatan berat," kata ahli hukum tata negara UGM, Zainal Arifin Mochtar beberapa waktu lalu.
Dalam catatan detikcom, Rabu (6/10/2021), amnesti dengan alasan kemanusiaan pernah diberikan Jokowi kepada Baiq Nuril. Di mana kasus Baiq Nuril berawal dari pelaporan Muslim terhadapnya pada 17 Maret 2015. Muslim tidak terima omongannya direkam Baiq Nuril dan tersebar.
Padahal Baiq Nuril merekam percakapan dengan bekas atasannya di SMAN 7 Mataram berinisial M untuk membela diri. M, disebut Baiq Nuril, kerap menelepon dirinya dan berbicara cabul.
Pada 27 Juli 2017 Baiq Nuril divonis bebas oleh PN Mataram. Jaksa tidak terima dan ngotot mengajukan kasasi ke MA agar Baiq Nuril dipenjara.
Pada 26 September 2018, Baiq Nuril divonis bersalah dan dihukum 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta pada putusan kasasi. Pihak Baiq Nuril mengajukan PK, namun ditolak MA pada 4 Juli 2019.
Setelah kalah di upaya peninjauan kembali (PK), banyak pihak mendorong agar Presiden Jokowi memberikan amnesti. Surat pertimbangan amnesti pun disetujui DPR pada sidang paripurna.
Saat pertimbangan amnesti disetujui DPR, Baiq Nuril berurai air mata mengucapkan terima kasih kepada Jokowi.
"Terima kasih kepada Bapak Presiden, terima kasih kepada anggota DPR RI," kata Baiq di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (25/7/2-19).
Baiq juga menyampaikan terima kasih kepada pihak lain yang selama ini telah membantunya dalam menghadapi kasus hukum.
"Surat ini kalau bisa saya mau bingkai dengan bingkai emas. Saya mau pajang. Ini adalah surat paling berharga dalam hidup saya," ujar Baiq Nuril seusai pertemuan dengan Jokowi di Istana Negara.
Kini amnesti atas dasar kemanusiaan kembali diberikan Jokowi kepada dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, Saiful Mahdi. Di mana MA menjatuhkan hukuman 3 bulan penjara karena Mahdi chat kritikan di Grup WhatsApp kampusnya yaitu:
Innalilahi wa innailaihi rajiun. Dapat kabar duka matinya akal sehat dalam jajaran pimpinan FT Unsyiah saat tes PNS kemarin. Bukti determinisme teknik itu sangat mudah dikorup.
Nurani kemanusiaan Jokowi terusik dan akhirnya memberikan amnesti ke Mahdi.
"Alhamdulillah kita bekerja cepat, karena setelah dialog saya dengan istri Saiful Mahdi dan para pengacaranya tanggal 21 September, besoknya saya rapat dengan pimpinan Kemenkumham dan pimpinan Kejaksaan Agung, dan saya katakan kita akan mengusulkan kepada Presiden untuk memberikan amnesti kepada Saiful Mahdi. Lalu tanggal 24 saya lapor ke Presiden, dan bapak Presiden setuju untuk memberikan amnesti," kata Mahfud kepada wartawan, Selasa (5/10/2021).
Dua amnesti Jokowi ini mengubah peta hukum Indonesia. Sebelumnya, amnesti lazimnya untuk kasus berlatar belakang politik.
Seperti pasca runtuhnya Soeharto, Presiden BJ Habibie memberikan amnesti kepada 18 tahanan politik kasus demo di Timor Timur. Ke-18 orang itu dulunya ditangkap karena telah menghina Presiden Soeharto.
Presiden BJ Habibie juga memberikan amnesti kepada dua aktivis pro-demokrasi, yaitu Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan. Sri-Muchtar ditahan di masa Orde Baru lantaran sering melakukan kritik keras terhadap pemerintahan.
Sedangkan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memberikan amnesti bagi Budiman Sudjamtiko. Gus Dur juga memberikan amnesti untuk anggota GAM yang sedang menjalani hukuman pidana makar yakni Amir Syam SH, Ir Ridwan Ibbas, Drs Abdullah Husen, dan M Thaher Daud.(detik)