GELORA.CO - Pembangunan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung disorot berbagai pihak, termasuk pengamat transportasi. Mereka mengkhawatirkan kereta cepat akan bernasib sama dengan Bandara Kertajati yang sepi dan kini beralih fungsi menjadi bengkel pesawat.
Ketua Institut Studi Transportasi (Instran) Darmaningtyas mengatakan, Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang saat ini masih dalam tahap pembangunan tak menutup kemungkinan bernasib sama dengan Bandara Kertajati. Hal itu akan terjadi jika kereta cepat sepi penumpang karena tarif yang tinggi.
"Iya artinya keretanya kosong, padahal investasinya besar. Itu yang lebih urgensi. Sangat mungkin (bernasib sama seperti Bandara Kertajati)," kata Darmaningtyas saat dihubungi detikcom, Jumat (10/9/2021).
Lebih lanjut, kondisi tersebut akan bergantung pada fleksibilitas tarif yang dipatok. Artinya, jika tarif tinggi maka penumpang Kereta Cepat Jakarta-Bandung akan sedikit.
"Tapi itu akan bergantung pada tarif. Bedanya gini (dengan bandara) kereta cepat ini misalnya penumpangnya sepi, dia pasti akan menurunkan tarif supaya penumpang banyak. Jadi agak sedikit beda dengan Bandara Kertajati, kalau bandara itu kan sangat tergantung pada akses ke sana. Tapi kalau kereta cepat ini sangat tergantung pada tiket, ini soal mekanisme pasar," ujarnya.
Seperti diketahui, dari catatan detikcom pihak KCIC sempat menyebut tarif Kereta Cepat Jakarta-Bandung tidak akan lebih dari Rp 300 ribu. Darmaningtyas mengusulkan tarif tersebut diturunkan hingga Rp 150 ribu.
"Itu diserahin ke mekanisme pasar saja. Kalo misalnya Rp 200 ribu masih sepi bisa diturunin jadi Rp 150 ribu. Kalau masih sepi turunin lagi pada angka berapa ramainya, itulah tarif yang pas," tuturnya.
Jika harus memilih melakukan perjalanan dari Jakarta ke Bandung, dia mengakui lebih memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi. "Kalau saya pergi berdua atau berempat akan memilih kendaraan pribadi. Dengan kendaraan pribadi Jakarta Bandung cukup Rp 200 ribu. Kalau naik kereta cepat, sekali perjalanan aja udah Rp 800 ribu kalau tarifnya Rp 200 ribu mending kendaraan pribadi," ujarnya.
Sementara itu, Pengamat Transportasi, Djoko Setijowarno menambahkan, Kereta Cepat Jakarta-Bandung dinilai tak akan senasib dengan Bandara Kertajati. Menurutnya, Bandara Kertajati sepi karena tidak ada akses transportasi, berbeda dengan Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang memiliki titik akses dekat Bandara Halim dan Padalarang, Bandung Barat.
"Bandara Kertajati itu masalah aksesnya buruk, makanya siapa yang mau naik orang aksesnya nggak ada kok. Saya kira sudah dipersiapkan, artinya gini kalau ke Halim ada jalur kereta sendiri, nggak pake jalur KRL, sampai Bandung nggak usah nunggu-nunggu lagi. Saya kira bisa bersaing lah," kata Djoko.
Mengenai tarif, Djoko menilai dengan tarif misalkan Rp 300 ribu bisa saja masyarakat menerima. Akan tetapi, tentu harus bersiap dengan transportasi lain apalagi jika mengingat lokasi kereta cepat tidak berada di pusat kota.
"Saya nggak tahu dulu tarifnya ekspres Rp 200 ribu tapi sekarang Rp 200 juga laris kereta yang biasa. Tapi kan kedudukannya pusat kota dia (kereta api reguler). Nah sementara Jakarta-Bandung ini kan orang masih punya pilihan lain, naik kereta biasa Rp 200 ribu, apalagi itu di tengah-tengah kota. Ini Rp 300 ribu mesti ada lah yang menggunakan cuman yang pakai wilayah timur," pungkasnya.
Kedua pakar transportasi ini mengatakan bahwa proyek Jakarta-Bandung tak disetujui sejak awal. Terdapat banyak alasan yang mendasari pandangan tersebut dari mulai perizinan amdal yang terlalu cepat, tingkat urgensi transportasi di mana saat ini ada banyak pilihan moda transportasi dari Jakarta-Bandung, hingga titik stasiun yang tidak menjangkau pusat kota.[detik]